Indonesia Deflasi 3 Bulan Berturut-turut, Apakah Daya Beli Masyarakat Melemah?
Oleh
Kamis, 8 Agustus 2024 19:45 WIB
Pedagang melayani pembeli di salah satu kios di Pasar Rumput, Jakarta, Senin 3 Juni 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Mei 2024 mencapai 2,84 persen secara tahunan (yoy) dan deflasi sebesar 0,03 persen secara bulanan (mtm) dengan komoditas penyumbang utama inflasi bulan lalu adalah harga beras. TEMPO/Tony Hartawan
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia pada Juli 2024 mengalami deflasi bulanan sebesar 0,18 persen, dengan Indeks Harga Konsumen atau IHK sebesar 106,09. Berdasarkan catatan BPS, ini merupakan ketiga kalinya Indonesia mengalami deflasi secara berturut-turut. Bahkan deflasi bulanan pada bulan lalu jauh lebih dalam dibanding deflasi pada bulan Juni.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini memperingatkan bahwa deflasi menjadi indikator daya beli masyarakat yang melemah. Deflasi seolah-olah menguntungkan masyarakat karena harga barang yang jatuh. Namun di balik itu, tersirat gejala ketidakmampuan konsumen secara luas mengkonsumsi barang dengan wajar atau setidaknya menunda konsumsinya.
“Tetapi ini merupakan fenomena makro ekonomi di mana ekonomi masyarakat sedang tidak berdaya untuk membeli barang-barang kebutuhannya,” ujarnya lewat pernyataan resmi dikutip Sabtu, 3 Agustus 2024.
Dalam lima tahun terakhir, Indonesia pernah mengalami deflasi bulanan dalam tiga bulan berturut-turut, yakni pada bulan Juli 2020 hingga September 2020. Namun saat itu ekonomi memang sedang melemah lantaran pandemi Covid-19, dan tren deflasi saat itu menunjukkan perbaikan. Sedangkan tren deflasi yang saat ini sedang terjadi menunjukkan penurunan konstan, seperti tampak pada grafik di atas.
Riset Tempo pada awal tahun ini menunjukkan bahwa ancaman penurunan daya beli telah terlihat dari perkembangan inflasi tahun 2023, ketika inflasi inti mengalami penurunan. Inflasi inti digunakan untuk mengukur kenaikan harga barang atau jasa selain harga pangan yang masuk dalam komponen bergejolak (volatile food), dan harga komoditas lain yang masuk dalam komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices)—salah satunya harga BBM. Alhasil, komponen ini menjadi salah satu indikator yang mencerminkan tren harga barang-barang sekunder atau tersier.
Penurunan daya beli juga terlihat pada Lebaran tahun ini. Daya beli yang menurun tergambar pada indeks penjualan riil Bank Indonesia bulan April 2024 yang mengalami kontraksi secara tahunan sebesar 2,7 persen. Hal tersebut menandakan konsumsi masyarakat pada Lebaran tahun ini tidak setinggi tahun lalu.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda juga menyebut bahwa penurunan daya beli juga telah terlihat dari awal tahun. Salah satu indikatornya adalah penurunan penjualan kendaraan bermotor.
Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), total penjualan kendaraan bermotor pada Januari hingga Juni 2024 mengalami penurunan dibanding periode yang sama di tahun 2022 dan 2023. Alhasil, penjualan kendaraan bermotor pada semester I tahun ini merupakan yang terendah setelah era pandemi Covid-19.