Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Suku Bunga The Fed dan Pengaruhnya terhadap Nilai Tukar Rupiah

Rabu, 28 Agustus 2024 18:16 WIB

Petugas tengah menunjukkan contoh emas berukuran 1 kilogram di butik Galery24 Salemba, Jakarta, Selasa, 19 Maret 2024. Harga emas 24 karat PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam terpantau naik pada perdagangan hari ini menjelang rapat The Fed soal kebijakan suku bunga. TEMPO/Tony Hartawan

Kepala Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed, Jerome Powell, menyebut bahwa momen pemangkasan suku bunga telah tiba pada pidatonya, Jumat, 23 Agustus 2024. Namun ia tidak membeberkan lebih detail kapan kebijakan tersebut akan mulai diterapkan. Rencana pemangkasan suku bunga muncul di tengah alarm resesi AS yang ditandai jumlah pengangguran yang meningkat.

Riset sederhana yang dilakukan Tempo pada November tahun lalu menunjukkan bahwa suku bunga The Fed memiliki korelasi yang kuat dalam melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Korelasi yang kuat tampak pada grafik di bawah membentuk garis dengan kemiringan hampir sempurna.

Suku bunga yang tinggi menawarkan investor imbal hasil yang tinggi pula. Alhasil, investor portofolio lebih tertarik menyimpan dolar sebagai aset, menawarkan pinjaman dalam dolar, atau membeli obligasi AS karena imbal hasil yang tinggi dibanding mata uang lain yang lebih lemah. Saat itu, The Fed menaikkan suku bunga lantaran inflasi domestik AS yang melambung.

Dengan demikian, maka potensi rupiah menguat pun memiliki kemungkinan lebih besar. Namun, tentunya masih ada faktor lain yang diperlukan untuk menguatkan nilai tukar rupiah, seperti kinerja perdagangan, serta stabilitas fiskal negara. Potensi rupiah menguat pun masih bisa terhambat oleh konflik geopolitik saat ini di Timur Tengah.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun mengingatkan bahwa prediksi penurunan suku bunga menandakan hal kurang baik. Hal ini lantaran The Fed melihat ancaman resesi yang akan melanda AS.

“Itu indikasi kurang bagus, karena justru mengindikasikan AS sebentar lagi ada ancaman resesi, sehingga bank sentral buru-buru memotong suku bunganya untuk menggerakkan perekonomian,” ujarnya ditemui usai diskusi Celios di Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024.