Membedah Penurunan Kelas Menengah di Indonesia
Oleh
Selasa, 10 September 2024 10:20 WIB
Warga berbelanja di sebuah mall di Jakarta, Senin, 2 September 2024. Penurunan sebesar 9,48 juta jiwa ini menandakan banyak orang dari kelas menengah yang ‘turun kasta’ ke kelompok kelas menengah rentan hingga kelompok rentan miskin. TEMPO/Subekti
Jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam kurun waktu lima tahun, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Penurunan ini setara dengan 9,48 juta orang yang turun kasta dari kelas menengah. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) bahkan memperkirakan jumlah kelas menengah menurun lebih dari 8,5 juta orang sejak 2018.
BPS menggunakan acuan Bank Dunia yang menilai standar kelas berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan. Kelompok menuju kelas menengah adalah mereka yang memiliki pengeluaran bulanan 1,5 hingga 3,5 kali garis kemiskinan, sedangkan kelompok kelas menengah adalah mereka dengan pengeluaran bulanan 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan. Dengan acuan tersebut, kelompok kelas menengah pada 2024 adalah mereka dengan pengeluaran bulanan Rp 2,04 juta hingga Rp 9,9 juta sedangkan kelompok menuju kelas menengah adalah mereka dengan pengeluaran bulanan per orang Rp 874.398 hingga Rp 2,04 juta.
Pada tahun 2019, proporsi kelas menengah mencapai 21,45 persen dari total penduduk. Namun, pada tahun 2024, angka ini turun menjadi 17,13 persen, menunjukkan penurunan sebesar 4,32 persen. Secara absolut, jumlah kelas menengah menurun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024, atau turun sebesar 16,5 persen.
Penurunan jumlah dan proporsi penduduk kelas menengah sebenarnya telah tampak pada tahun 2021. Saat itu, proporsi kelas menengah turun dari 21,45 persen ke 19,82 persen, sedangkan jumlahnya menurun dari 57,33 juta ke 53,83 juta orang. Hasil pengolahan data BPS menunjukkan bahwa proporsi dan jumlah kelas menengah dari tahun 2019 hingga 2024 konstan menurun setiap tahun. Di sisi lain, angka dan proporsi kelompok rentan miskin justru selalu naik, sedangkan angka dan proporsi kelompok menuju kelas menengah cenderung fluktuatif namun menunjukkan kenaikan pada 2024 dibanding 2019.
LPEM FEB UI dalam laporan Indonesia Economic Outlook 2024 for Q3 2024 menyebut bahwa kelas menengah memegang peran yang sangat penting bagi penerimaan negara, dengan andil 50,7 persen dari penerimaan pajak. Sedangkan calon kelas menengah menyumbang 34,5 persen.
“Jika daya beli mereka menurun, kontribusi pajak mereka mungkin berkurang yang berpotensi memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang sudah rendah dan mengganggu kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan dan membiayai proyek pembangunan,” dikutip dari laporan tersebut.
Porsi Pengeluaran Makanan dan Pajak Meningkat
Penurunan jumlah kelas menengah juga sejalan dengan porsi pengeluaran kelas tersebut pada 2024 dibanding 2019. Menurut BPS, ciri khas kelas menengah ke atas dengan kelompok di bawahnya adalah keberadaan proporsi pengeluaran untuk hiburan serta pengeluaran untuk kendaraan yang cukup signifikan. Sedangkan proporsi pengeluaran untuk makanan relatif kecil dibanding kelompok-kelompok di bawahnya.
Terjadi pergeseran prioritas pengeluaran kelas menengah dalam lima tahun terakhir. Proporsi pengeluaran untuk makanan, iuran atau pajak, dan perumahan meningkat pada 2024 dibanding 2019. Sebaliknya, pengeluaran untuk hiburan mengalami penurunan dari 0,47 persen menjadi 0,38 persen, begitu pula untuk pengeluaraan kendaraan yang menurun dari 5,63 persen menjadi 3,99 persen.
Hal ini mengindikasikan adanya tekanan ekonomi yang menyebabkan kelas menengah lebih fokus pada kebutuhan pokok. Tekanan tersebut turut menggerus daya beli masyarakat yang penurunannya mulai tampak sejak tahun lalu.
Jumlah Lapangan Pekerjaan Formal Menurun
Penurunan jumlah kelas menengah juga sejalan dengan pergeseran lapangan pekerjaan kelas tersebut. Pada 2019 hingga 2024, angka kelas menengah yang memiliki pekerjaan formal terus menurun sedangkan mereka yang bekerja secara informal naik seperti terlihat pada grafik di bawah.
Dalam hal sektor lapangan pekerjaan, terjadi pula pergeseran. Proporsi kelas menengah yang bekerja di sektor pertanian meningkat dari 15,14 persen pada 2019 menjadi 19,97 persen pada 2024. Sebaliknya, proporsi yang bekerja di sektor jasa menurun dari 59,22 persen menjadi 57,05 persen, dan proporsi yang bekerja di sektor manufaktur menurun dari 25,64 persen menjadi 22,98 persen.
Pergeseran ini menandakan migrasi para kelas menengah ke sektor pertanian sejak pandemi muncul. Dibanding sektor jasa dan manufaktur, sektor pertanian memang erat dengan pekerjaan informal. Masalahnya, pekerjaan informal membuat kelas menengah tidak memiliki jaminan perlindungan sosial yang memadai dan penghasilan dari pekerjaan informal juga sering luput dari potongan pajak.