Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Negara tanpa Oposisi di Parlemen

Rabu, 9 Oktober 2024 17:16 WIB

Elisa Spiropali, Ketua Parlemen Albania, berbicara saat anggota oposisi membakar kursi di luar gedung parlemen, untuk memprotes pemerintah dan pemenjaraan rekan mereka Ervin Salianji, di Tirana, Albania, 30 September 2024. REUTERS/Florion Goga

Laporan utama Tempo pekan ini mengangkat cerita manuver Presiden Joko Widodo atau Jokowi di akhir jabatannya. Salah satu bentuk manuver Jokowi adalah tidak merestui keinginan Prabowo Subianto selaku presiden terpilih periode 2024-2029 yang berencana mengajak Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke dalam pemerintahannya. Untuk diketahui, PDIP menjadi satu-satunya partai di parlemen yang masih berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran.

Partai-partai lain yang sebelumnya berseberangan dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM)—pengusung Prabowo-Gibran—seperti Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah menyatakan diri bergabung ke dalam KIM. Sehingga, pemerintahan Prabowo-Gibran telah mendapat dukungan dari 81 persen kursi di DPR.

Apabila PDIP merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran, maka tidak ada kekuatan oposisi untuk pertama kalinya di DPR sejak presiden pertama kali dipilih langsung pada 2004. Sebelumnya, PDIP telah memiliki jejak rekam sebagai oposisi pada tahun 2004-2014 saat jabatan presiden diemban Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Berdasarkan data situs Our World in Data, ada 36 negara di seluruh dunia yang tidak memiliki kekuatan oposisi di parlemennya. Apabila mengacu pada tipe rezim dalam riset Indeks Demokrasi yang dirancang Economist Intelligence Unit (EIU), maka 36 negara tersebut merupakan negara dengan tipe rezim otoriter, di mana hanya ada satu partai yang menguasai parlemen negara tersebut.

Namun, tidak lantas semua negara otoriter tidak memiliki kekuatan oposisi di parlemennya. Beberapa negara di Asia dan Afrika seperti Iran, Kazakhstan, Aljazair, dan Kongo menjadi contoh bahwa masih ada kehadiran oposisi di parlemen negara yang dinilai memiliki tipe rezim otoriter.

Pada 27 Agustus 2024, Prabowo menyebut bahwa sikap menjadi oposisi tidak mencerminkan budaya bangsa Indonesia. Hal itu ia sampaikan saat berpidato pada penutupan Kongres ke-3 Partai NasDem. Prabowo Subianto menyebut sikap menjadi oposisi bukan 

“Jangan mau ikut-ikutan budaya lain, budaya barat itu mungkin suka oposisi, gontok-gontokan, enggak mau kerja sama," ujar Prabowo.

Sinyal PDIP bergabung ke pemerintahan Prabowo pun mendapat kritik dari berbagai pengamat. Apabila partai banteng tersebut bergabung, maka otomatis tak ada lagi oposisi yang dapat berfungsi sebagai penyeimbang pemerintahan.