Beberapa Teater Kontemporer Indonesia

PIRING seng itu berhenti berdenting begitu terdengar derap lars tentara. Ia tiba-tiba terbang melayang. Tangan Butet yang berusaha meraihnya luput terus. Piring itu menyerang kepalanya. Lalu, terjadi percakapan panjang antara Butet dan sang Piring soal teror dan ketakutan. Itulah suasana awal monolog Butet terbaru: Mayat Terhormat. Dibandingkan dengan pementasan monolog Butet yang begitu beruntun, pementasan kali ini menggunakan pendekatan lain. Pentas tidak melulu dikuasai adegan verbal, tapi simbolis. Selama ini, Butet identik dengan aktor yang pandai membuat anekdot diksi Soeharto, Harmoko, atau Habibie. Tak dimungkiri, ini suatu pencapaian estetis unik yang melambungkan nama mantan wartawan ini. Tapi, ketika zaman berubah, melayani tuntutan seperti itu secara terus-menerus akhirnya menjadi anakronisme estetis. Ini introspeksi baginya. Ia tampak tak ingin terjebak tirani estetis -- resep sama diulang-ulang terus bak Srimulat. "Tempo hari adalah rahmat yang menyesatkan," tutur Butet tentang kesuksesannya di masa reformasi.

Keywords :
Beberapa Teater Kontemporer Indonesia,
  • Downloads :
    0
  • Views :
    344
  • Uploaded on :
    19-12-2023
  • Penulis
    Tim Penyusun PDAT
  • Publisher
    TEMPO Publishing
  • Editor
    PDAT
  • Subjek
    seni & hiburan
  • Bahasa
    Indonesia
  • Class
    -
  • ISBN
    -
  • Jumlah halaman
    60
Beberapa Teater Kontemporer Indonesia
  • PDF Version
    Rp. 75.000

Order Print on Demand : Print on Demand (POD)