JAKARTA -- Tarif angkutan taksi di DKI Jakarta naik lebih dari 30 persen. Kenaikan tarif taksi didasarkan atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan mulai berlaku 29 Maret. Dengan kenaikan tarif tersebut, untuk buka pintu (flag fall) dari Rp 3.000 menjadi Rp 4.000 (naik sekitar 33 persen), untuk setiap per kilometer naik dari Rp 1.300 menjadi Rp 1.800 (sekitar 38 persen) dan untuk jam menunggu dari Rp 13 ribu menjadi Rp 18 ribu (sekitar 38 persen) per satu jam. Menurut Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, tarif taksi di wilayahnya tidak pernah naik sejak tahun 2000. Dasar utama kebijakan kenaikan tarif taksi, kata dia, adalah kenaikan harga bahan bakar minyak. "Kalau tidak dinaikkan akan menjadi bola liar," ujarnya di Balai Kota kemarin. Sutiyoso mengaku, kenaikan tarif taksi sudah dikonsultasikan dengan Dewan Transportasi Kota (DTK). Tarif baru tersebut juga telah mengakomodasi berbagai kepentingan. Namun, dia meminta pengelola perusahaan taksi tidak menaikkan setoran selama tiga bulan pertama sejak kenaikan tarif. Wakil Gubernur DKI Fauzi Bowo mengatakan, tarif taksi bersifat mengikat untuk semua jenis taksi. "Setahu saya, untuk flag fall memang Rp 4.000. Tapi tarif harus menyesuaikan dengan tingkat pelayanan," ujarnya. Sebelumnya, Ketua DTK Soetanto Soehodho membantah telah memberikan angka kenaikan tarif taksi. "Kami hanya memberikan angka normatis," katanya. Alasannya, taksi bukanlah alat transportasi kelas ekonomi, sehingga tarifnya akan ditentukan mekanisme pasar. DTK, kata dia, telah melakukan kajian dan hasilnya kenaikan yang wajar untuk tarif taksi 15-40 persen. Soetanto menilai, tarif taksi perlu ditentukan batas atasnya. Adapun batas bawahnya diserahkan pada mekanisme pasar. Kendati demikian, ia meminta kenaikan tarif taksi diikuti peningkatan pelayanan perusahaan kepada konsumen. Eworaswa