Robby Djohan: Skandal Bni Dan Bri Sangat Menyakitkan
Edisi: 47/32 / Tanggal : 2004-01-25 / Halaman : 48 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,
SKANDAL pembobolan triliunan rupiah dari Bank BNI dan Bank BRI membuat Robby Djohan, 66 tahun, kehilangan kata-kata. Robby, yang pernah mendapat gelar "bankir termahal", tak habis pikir bagaimana mungkin segerombolan orang berhasil menggangsir bank milik pemerintah dengan mulus. Apalagi disebut-sebut aksi itu tanpa diketahui jajaran direksi bank. "Direksinya memang harus diganti," ujar Robby Djohan, lirih.
Robby Djohan bukanlah orang yang gampang memberikan penilaian soal skandal Bank BNI dan BRI. Sebagai orang yang sudah berada di luar ring, Robby mengaku hanya menggunakan common sense dan pengalamannya di dunia perbankan. Pengalaman selama 10 tahun di Citibank, 18 tahun di Bank Niaga, dan hampir 2 tahun di Bank Mandiri telah membuat Robby matang dalam soal pengawasan perbankan.
Untuk mengupas soal megakorupsi di Bank BNI dan BRI, serta prospek dunia perbankan tahun 2004, wartawan TEMPO Setiyardi dua pekan lalu mewawancarai Robby Djohan di kantornya di Niaga Tower, Jakarta. Berikut kutipannya.
Bank BNI dan BRI dibobol triliunan rupiah. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Saya tidak bisa berbicara terlalu teknis tentang pembobolan Bank BNI dan BRI. Soalnya, saya tak mempunyai data yang mendukung. Dalam soal seperti ini, saya tak bisa melakukan spekulasi terlalu jauh. Yang bisa saya lakukan cuma menganalisis dari sistem pengawasan perbankan.
Anda dikenal sebagai orang yang sangat berpengalaman di dunia perbankan. Bagaimana mungkin sistem pengawasan bank bisa jebol?
Sistem pengawasan dalam dunia perbankan sangat ketat. Pengawasan banking system itu seperti jaring laba-laba. Sistem pengawasan ini sangat rumit untuk dijelaskan dalam wawancara ini. Kalau sistem tersebut dijalankan sebagaimana mestinya, skandal Bank BNI dan BRI tidak mungkin terjadi.
Apakah masuk akal bila Bank Indonesia tak mengetahui kasus tersebut?
Kalau sistem di BI bekerja, mereka seharusnya juga tahu. Memang, kalau orang dalam ngumpetin sesuatu, bisa jadi BI memang tidak tahu. Dalam hal ini, saya tak bisa menyatakan apakah BI seharusnya bertanggung jawab atau tidak.
Bukankah sebagai pengawas bank, pihak BI seharusnya mempunyai sistem yang memadai?
Kalau bicara tentang "seharusnya", memang BI semestinya tahu sejak awal. Apalagi ini menyangkut jumlah uang yang sangat besar. Dengan uang itu, kita bisa membangun ribuan gedung sekolah dan puskesmas. Skandal BNI dan BRI ini sangat menyakitkan.
(Kepada Majalah TEMPO, Bank Indonesia menyatakan telah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Bank BNI. "Kami sudah mengirim 28 surat pembinaan kepada Bank BNI," ujar Edhi Rahmanto H., pejabat Humas BI)
Toh, BNI dan BRI kebobolan....
Ada dua kemungkinan: kontrolnya tidak berjalan atau banyak orang yang terlibat. Kalau sistem kontrolnya tidak berjalan, supervisinya juga tak akan berfungsi. Sedangkan bila banyak yang terlibat, mereka dapat saling menutupi.
(Kepada Majalah TEMPO, Saifuddien Hasan, bekas Dirut Bank BNI, mengaku tak mengetahui pembobolan tersebut. "Kalau tahu, pasti kami stop sejak awal," ujar Saifuddien…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…