Aryono Pusponegoro: Pemulihan Minimal Setahun

Edisi: 47/33 / Tanggal : 2005-01-23 / Halaman : 54 / Rubrik : WAW / Penulis : Kalim, Nurdin , Yasra, Setri , Raharjo, Jojo


Aryono memang dokter yang sigap. Menyaksikan Aceh yang belum disorot kamera televisi luluh lantak, ia tertegun. "Kehancuran bukan main, kematian juga tak bisa dibayangkan," ujarnya. "Kami juga prihatin melihat cara pengumpulan jenazah yang mestinya bisa lebih baik."

Cerita Aryono adalah cerita seorang dokter di daerah bencana raksasa. Ia sibuk bukan kepalang: terbang ke Aceh 26 Desember, pulang untuk menikahkan anak 7 Januari, lalu mengajar di Yogya, kembali lagi ke Aceh. Kamis malam lalu, wartawan Tempo Nurdin Kalim, Setri Yasra, dan Jojo Raharjo menemuinya di Rumah Sakit Kesdam I Iskandar Muda, Banda Aceh, untuk sebuah wawancara khusus. Dokter bedah itu bercerita seputar langkah penanganan korban, para dokter dan tenaga medis asing, serta aneka persoalan yang muncul setelah bencana.

Ketika kali pertama kali melihat kon-disi di sini, dalam pikiran Anda berapa lama keadaan ini bisa bertahan?

Kaget begitu tiba di bandara, cari mobil pun tak bisa. Banyak mayat, kami shock, kok bisa begini. Sebelum ini, setiap tahun saya ke sini untuk mengajar pelatihan gawat darurat komisi trauma IDI. Tapi sekarang, sampai di Masjid Raya Baiturrahman perubahan begitu tampak. Kalau kami ingat, pada 2000 bendera GAM masih begitu banyak. Tahun berikutnya mobil dari Sabang mulai masuk, dan kali ini semuanya berubah total. Bikin orang kelenger. Sebuah pemusnahan yang benar-benar luar biasa.

Pasien datang ke RS melebihi kapasitasnya. RSZA kami jadikan Internasional Medical Community. Saya kumpulkan semua orang asing di sana sehingga kita bisa atur cara kerja dan segala macam. Mereka sangat membantu, untuk urusan listrik, air, sampah-sampah got, dan lain-lain. Kami bagi, misalnya ICU kami serahkan teman-teman Singapura, kamar operasi dan X-ray ke relawan listrik, Jerman mengatasi persoalan listrik, Belgia mengambil bangsal anak. Mereka sudah tahu mesti bawa apa. Bagi-bagi tugas baik sekali. ICU-nya, setelah dibersihkan oleh orang Singapura, jadi lebih bersih daripada saat kita yang melakukan...haha.

Kegiatan teknis apa yang Anda lakukan sejak hari pertama?

Prinsip kami, kalau konsep ABCD (airway, breathing, circulation, disability) bisa diamankan, risiko kematian bisa diatasi. Setelah itu baru lakukan operasi yang lebih besar. Hari berikutnya, teman-teman dokter dari Sum-Sel, Sul-Sel, dan DKI datang kemari, bagi-bagi pekerjaan. Tiap bencana kan ada fase-fasenya. Minggu pertama fase akut, trauma, jadi unsur bedahnya lebih besar. Minggu kedua, giliran ISPA (infeksi saluran pernapasan bagian atas), diare. Khusus mengenai masalah penyakit pernapasan agak unik karena mereka mengisap air laut dan lumpur. Dan ini tak bisa diobati kecuali oleh ahli paru, dibersihkan paru-parunya. Maka, kita langsung minta ahli paru, semua dicuci parunya, sehingga bisa napas lagi. Kalau tidak, gimana mau napas, kan ada lumpurnya?

Minggu ketiga, sesuai pengalaman gempa Kobe, muncul penderita penyakit-penyakit kronis: paru, jantung, ginjal, tapi obatnya sudah habis. Dokternya juga meninggal dan saya sempat kehabisan persediaan alat, misalnya oksigen. Lalu beberapa orang dari militer mencari ke RS-RS yang rusak, mengumpulkan botol-botol oksigen. Karena semua habis, kami cari pabrik oksigennya. Ternyata gedungnya rata. Akhirnya terpikir, ada satu di luar kota. Kami mengirim tim dari militer. Yang jaga minta duit, tapi…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…