Aceh Tanpa Gelimang Gas
Edisi: 45/33 / Tanggal : 2005-01-09 / Halaman : 55 / Rubrik : SEL / Penulis : Anwar, Ali , ,
Berikut ini laporannya:
SENJA sudah turun di Kreung Geukeuh. Hawa malam lekas saja membungkus kota kecil di pesisir utara Aceh dengan kegelapan. Sebagian rumah cuma diterangi sinar redup. Di satu dapur yang modern, sumber penerangannya... astagfirullah! cuma lampu teplok. Padahal, dapur milik Nilawati, 34 tahun, itu terletak di kompleks perumahan PT Asean Aceh Fertilizer (AAF). Selama 20 tahun perusahaan yang tegak di Kreung Geukeuh, Kabupaten Aceh Utara, ini memproduksi pupuk berbahan gas alam. Selama itu pula, rumah-rumah di kompleks tersebut tak pernah kekurangan listrik, entah untuk lampu ataupun alat-alat rumah tangga.
Maka, bersungut-sungutlah Nilawati yang hari itu terpaksa memasak mi goreng dengan kompor minyak tanah. Katanya: Era lampu teplok hadir lagi. Dunia serasa berbalik seperti era 1970-an. Gelap memang hal biasa bagi warga Aceh yang berdiam di luar kompleks AAF. Tapi bagi keluarga pekerja pabrik pupuk milik negara-negara Asia Tenggara itu, gelap adalah soal luar biasa. Pasalnya, sejak AAF dibangun dua dekade silam, tak ada istilah gelap.
Bersumber generator, semua penerangan dipasok nyaris tanpa batas. Dulu, terang-benderang siang maupun malam, kata Edwar Salim, Ketua Media dan Opini Publics Task Force PT Asean Aceh Fertilizer. Semua fasilitas rumah tangga menggunakan listrik. Penyejuk udara, setrika, mesin cuci. Kompor? Tentu saja pakai gas alias tinggal klik!
Tapi cobalah datang ke Kreung Geukeuh pada hari-hari ini. Semua kemudahan di atas bagaikan kilas balik saja. Setiap rumah di kompleks AAF hanya diberi aliran listrik berkapasitas 900 watt. Daya listrik sekecil itu, tentu saja, berdampak pada pengurangan sejumlah komponen. Bohlam yang biasanya menyala di setiap kamar dan sudut-sudut rumah, sekarang dinyalakan harus bergantian. Kalau nyala di ruang tidur, lampu ruang tamu harus dimatikan, kata Edwar.
Singkat cerita, Kota Lhok Seumawe dan kawasan Aceh Utara, yang selama tiga dasawarsa selalu riuh dan bercahaya oleh industri gasserta industri-industri lain yang bersandar pada gas alam seperti kertas dan pupukperlahan-lahan sepi dan gelap. Nasib wilayah di pesisir utara Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tampaknya bakal sama dengan kota-kota pascaminyak dan gas di sepanjang pesisir Sumatera: Kutabinjai, Langsa, dan Pangkalan Brandan. Inikah tanda-tanda kematian kota pascagas? kata Said Abdul Kadir, rekan Edwar Salim, mengomentari situasi di kediaman mereka, kompleks perumahan AAF.
Komentar Said bukan tanpa alasan. Aceh Utara dan Lhok Seumawe perlahan-lahan memasuki era kematian industri. Jejak-jejaknya sudah terlihat. Lihatlah suasana di kompleks perumahan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) di Kreung Geukeuh. Rumput ilalang yang lima tahun lalu dilarang tumbuh, kini menjalar dengan merdeka. Hotel Cut Meutia yang terbakar pada 1999, tak dibangun kembali. Puing-puingnya tertutup semak belukar. Tak ada dana untuk membangun lagi, kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat PT Pupuk Iskandar Muda, Teuku Fachrulsyah.
Mari kita…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…