Tanjung Uma, Batu Sandungan Di Pulau Batam

Edisi: 36/35 / Tanggal : 2006-11-05 / Halaman : 61 / Rubrik : INVT / Penulis : Wijanarko, Tulus, Junaedy, Cahyo ,


Tetapi pagi-pagi kerikil tajam sudah menghadang. Kawasan Tanjung Uma, yang langsung berhadapan dengan Singapura, masih mangkrak kendati sudah dibangun selama satu dekade. Padahal, sedianya Tanjung Uma disiapkan untuk menjadi salah satu ujung tombak pengembangan Batam.

Kini terjadi saling menyalahkan antara Otorita Batam dan PT Ekamas Mandiri Perkasa, yang ditunjuk sebagai pengembang kawasan itu. Perusahaan yang di-back up nama-nama berpengaruh itu dianggap gagal menuntaskan kewajiban. Batam dalam ujian serius.

DARI kejauhan, lanskap salah satu sudut di Tanjung Uma, Batam, itu sungguh tak sedap dipandang mata. Ratusan rumah yang terbuat dari papan seadanya, dengan atap seng rombengan, bertebaran memenuhi salah satu sudut lahan. Kesan tak beraturan kian kental dengan masih mangkrak-nya berbagai sarana. Saluran air belum sempurna, dan jaringan jalan terputus di sana-sini.

Melangkah ke arah kawasan Bukit Permata, yang tampak memang sebuah kompleks perumahan mewah. Namun citra kumuh tak juga lenyap. Tentu bukan dari kompleks itu, melainkan dari sebuah lahan lapangan bekas area pelelangan mobil yang lokasinya tak jauh dari Bukit Permata.

Di bagian ini tampak beberapa kendaraan tua yang tak laku dijual. Sebuah crane, truk sampah putih, dan beberapa kendaraan ukuran menengah. Di atas atap seng tertulis: Asian Auction. "Dulu Otorita Batam menjanjikan membangun perumahan di kawasan ini, tapi sampai kini tak terlihat," ujar seorang warga setempat.

Kawasan Tanjung Uma saat ini seperti anomali bagi Batam. Ia seperti sisi yang berlawanan dari kawasan Nagoya Center yang gemerlap. Begitu juga dengan Batam Center, 20 kilometer ke arah tenggara, yang segera menyusul Nagoya. Padahal Tanjung Uma sudah lama--sejak 1988--masuk ke proyeksi Otorita Batam untuk dijadikan kawasan yang sejajar dengan dua tempat tersebut.

"Tadinya Tanjung Uma akan dikembangkan menjadi kawasan bisnis terintegrasi," kata Inspektur Bidang Teknik Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Rusliden Hutagaol. Menurut Rusliden, karena lokasinya berdekatan dengan Nagoya, pembangunan Tanjung Uma menjadi penting.

Apalagi area ini memiliki pantai yang langsung berhadapan dengan Singapura. Bahkan pelabuhan ini berpotensi disinggahi kapal bertonase besar karena termasuk pantai berair dalam. Pendeknya, dengan segala kelebihan itu, Tanjung Uma diangankan bakal menjadi kawasan bisnis dan industri terdepan.

Angan-angan itu rupanya "didengar" oleh Harry R. Soedarsono, pendiri dan Direktur PT Ekamas Mandiri Perkasa. Harry mengakui mendengar soal Tanjung Uma itu dari ayahnya, Soedarsono Darmosoewito (sudah meninggal), yang pada saat itu menjadi Ketua Dewan Penasihat Otorita Batam.

Menurut Harry, ayahnya bercerita ada masalah di Tanjung Uma, yakni mandeknya pembangunan infrastruktur yang ditangani beberapa pengembang pada 1988, salah satunya Bumimas. "Karena unsur kedekatan, sangat logis saya menjadi orang pertama yang tahu masalah itu. Maka langsung saja saya terjun ke Tanjung Uma," ujar dia (lihat Saya Sudah Kerjakan Semua Kewajiban).

Ekamas akhirnya benar-benar masuk menggarap Tanjung Uma pada 1996. Namun bukan Harry yang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13

Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…

T
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03

Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…

H
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13

Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.