Erawan Membaca Diri
Edisi: 10/32 / Tanggal : 2003-05-11 / Halaman : 116 / Rubrik : SR / Penulis : Suyono, Seno Joko , Hakim, Jalil,
SUATU sore pada tahun 1990-an, di pantai Karang Asem, Bali, perupa Nyoman Erawan melihat perahu-perahu cadik rusak. Sudah bolong-bolong, lapuk, keropos, terkena panas, tercampakkan. Ia merasa tergetar. "Perahu seperti juga manusia, punya perjalanan yang panjang," ia mengenang. Saat itu lalu ia menyewa truk untuk membeli dan mengangkut sampan-sampan itu.
Potongan-potongan perahu rusak itu kini telah melanglang buana ke berbagai galeri. Beberapa tahun lalu di Galeri Nasional Jakarta, perahu itu ia beliti dengan selang-selang infus, memetaforkan tubuh-tubuh kehabisan darah. Dan kini terpancang di halaman depan Bentara Budaya, Jakarta. Terbebat kain putih, seperti pokok pohon yang angker. "Perahu itu berubah-ubah makna setiap kali pameran," katanya.
Sebuah lagi di ruang pameran Bentara Budaya, lambung sebuah perahu dipermaknya secara menarik. Sebuah kerangkeng bambu menjulang tinggi dengan sosok manusia dengan rambut putih bersulur-sulur poleng di dalamnya. Lambung perahu itu dibentuk seperti sosok Calon Arang namun dengan tubuh tertusuk. Besi-besi tajam, taji-taji dengan cabang-cabang seperti tanduk rusa…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Dunia Kanak-Kanak dalam Dua dan Tiga Dimensi
1994-04-16Pameran faizal merupakan salah satu gaya yang kini hidup di dunia seni rupa yogyakarta: dengan…
Yang Melihat dengan Humor
1994-04-16Sudjana kerton, pelukis kita yang merekam kehidupan rakyat kecil dengan gaya yang dekat dengan lukisan…
Perhiasan-Perhiasan Bukan Gengsi
1994-02-05Pameran perhiasan inggris masa kini di galeri institut kesenian jakarta. perhiasan yang mencoba melepaskan diri…