Ahmad Sahal Mahfudz: "tidak Ada Terorisme Di Indonesia"
Edisi: 39/31 / Tanggal : 2002-12-01 / Halaman : 43 / Rubrik : WAW / Penulis : Yasa, Ecep Suwardani , ,
PULUHAN santri bertopi haji putih dan bersarung asyik menonton pertandingan sepak bola di televisi, suatu hari lewat tengah malam. Duduk di atas selembar tikar yang dibentangkan di atas tanah, mereka berceloteh satu sama lain dengan riang. Tak jauh dari situ, Kiai Haji Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz menatap anak-anak asuhannya di Pondok Pesantren Maslakul Huda dengan mata yang tenang dan awas. Beberapa saat kemudian, dia kembali ke dalam kamarnya.
Menonton televisi bukan kegiatan yang dilarang di Maslakul Huda. Kendati memberlakukan aturan kehidupan yang ketat, pesantren salaf (tradisional) yang terletak Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah ini tidak kehilangan warna moderatnya. Itu semua berkat sentuhan tangan Sahal Mahfudzâseorang kiai sepuh yang memimpin perguruan ini dengan arif dan keluasan pikiran yang bergerak bersama zaman.
Di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) Kiai Sahal adalah tokoh yang berpandangan moderen dan moderat serta amat diseganiâtermasuk oleh mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid. Dan di pesantren itu, Sahal seperti menemukan dunia yang membuat napas hidupnya selalu menderu: pendidikan. Para santri, walau amat segan kepadanya, diajarkan berani untuk mengajukan pikiran dan usul. "Kasarannya, jika kita punya program memutar layar tancap di pesantren, pasti bisa disetujui Kiai, sejauh bisa dipertanggungjawabkan," kata Hafid, salah satu santrinya.
Toh, Sahal selalu menetapkan bahwa menimba ilmu agama menjadi prioritas di atas segala kegiatan lainnya. Selama bulan Ramadan, kegiatan pengajian di pesantren berjalan maraton, dari lepas subuh hingga pukul 21.00, hanya diselingi salat dan buka puasa. Di luar Ramadan, belajar agama tetap menjadi menu pertama. Dan Sahal selalu memulai harinya dengan memberikan dua hal dasar kepada murid-muridnya dalam proses pendidikan tersebut: menjadi imam mereka dalam salat subuh. Lalu diteruskan dengan mengajar kitab kuning (literatur kuno, biasanya dalam huruf Arab gundul, yang diajarkan di pesantren-pesantren salaf).
Bukan berarti Sahal tidak punya perhatian lain di luar urusan pendidikan. Pondok Maslakul Huda memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Arta Huda Abadi, yang berdiri sejak lima tahun lalu. Salah satu programnya adalah memberikan kredit tanpa bunga kepada kelompok usaha mikro dengan dana bergulir. "Hal ini untuk mengajar masyarakat membuat 'asuransi' kesehatan dengan tabungan setiap rumah tangga tiap bulan di kelompoknya," dia menjelaskan.
Maslakul Huda bukan termasuk pondok pesantren yang sedang di bawah lampu sorot karena sikap "kerasnya", seperti Al-Mukmin Ngruki atau Hidayatullah, Balikpapan. Dengan 2.500 santri yang kini tengah belajar di sana, pesantren yang didirikan sejak 1910 ini punya tradisi moderat dalam sejarahnya: selalu mengambil jarak dengan kelompok-kelompok Islam militan. Sahal berperan besar dalam menjaga agar para santrinya tidak ikut terlibat dalam aktivitas kaum militan. Untuk itu, sang Kiai Sahal selalu merasa perlu menjelaskan aneka perkembangan keadaan terkini kepada para santrinya.
Tapi mengambil jalan moderat bukan berarti lepas dari persoalan. Dari pihak yang ber-"garis keras", pesantren Yi Sahal dituduh…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…