Sang Konglomerat Belum Tamat

Edisi: 12/32 / Tanggal : 2003-05-25 / Halaman : 66 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : , ,


LIEM Sioe Liong sudah lima tahun ini tak pernah lagi menginjakkan kaki di Indonesia. Kerusuhan Mei 1998 telah memaksa konglomerat terbesar di Indonesia itu pindah ke Singapura. Rumahnya yang luas di Gunung Sahari, Jakarta Pusat, dijarah massa. Dalam suasana amuk, lukisan besar Salim dan istrinya dirusak oleh mereka. Hampir tak ada yang tersisa dari rumah yang sudah ditinggali Salim dan keluarganya selama puluhan tahun itu.

Dulu, Liem tinggal bersama anak-anaknya di rumah yang kabarnya dipercaya membawa keberuntungan itu. Ada lima rumah di kompleks yang kini hanya dihuni dua pembantu dan dijaga 10 pensiunan tentara itu. Meski kemegahannya masih terlihat, catnya tampak mengelupas di sana-sini. Tak ada tanda-tanda rumah tersebut dulu dimiliki dan ditinggali keluarga terkaya di Indonesia.

Nasib kroni Soeharto yang tumbuh besar seiring dengan menguatnya rezim Orde Baru ini memang buruk. Tak lama setelah kerusuhan Mei, Bank Central Asia (BCA), yang menjadi lambang kedekatannya dengan Soeharto, mengalami rush. Ratusan ribu nasabah serentak menarik dananya dari BCA. Bank swasta dengan jumlah nasabah terbesar itu pun kolaps, dan Bank Indonesia harus menyuntikkan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sampai Rp 26,6 triliun—terbesar dibanding bank lain. Waktu itu terungkap bahwa Grup Salim juga mengambil porsi kredit yang melampaui batas maksimum pemberian kredit (BMPK).

Pemerintah akhirnya mengambil-alih BCA pada Agustus 1998. Setelah melewati perundingan yang cepat, Salim meneken perjanjian penyelesaian utang berdasarkan kesepakatan MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement) senilai Rp 52,6 triliun pada November 1998. Salim lalu menyerahkan 107 asetnya.

Inilah awal "kehancuran" bisnis Salim di Indonesia. Tekanan publik yang luar biasa—Salim dianggap sebagai kongsi Soeharto yang paling dekat— dan aroma "nasionalisasi" bisnis pengusaha non-pribumi yang ditiupkan sekelompok orang menyebabkan Salim patuh pada kebijakan pemerintah Presiden Habibie. Sejak itu, praktis Salim hanya memiliki Indofood Sukses Makmur, yang menguasai bisnis impor tepung terigu dan mi instan.

Lengan bisnis Salim yang lain seperti Indocement Tunggal Prakarsa (semen), Indomobil (otomotif), Salim Oleochemical (kimia), dan Salim Plantation (perkebunan sawit dan pabrik pengolahan minyak sawit mentah/CPO) diserahkan ke BPPN. "Bisnis Salim memang jauh menciut dibanding dulu," kata Fransiskus Welirang, eksekutif Indofood yang juga menantu Liem. Posisinya sebagai nomor satu telah tanggal.

Salim hanyalah satu dari puluhan konglomerat yang kehilangan kerajaan bisnisnya pada saat bersamaan. Kelompok usaha yang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Merebut Kembali Tanah Leluhur
2007-11-04

Jika pemilihan presiden dilakukan sekarang, megawati soekarnoputri akan mengalahkan susilo bambang yudhoyono di kota blitar.…

D
Dulu 8, Sekarang 5
2007-11-04

Pada tahun pertama pemerintahan, publik memberi acungan jempol untuk kinerja presiden susilo bambang yudhoyono. menurut…

Sirkus Kepresidenan 2009
2007-11-04

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, email membawa informasi dari kakak saya. dia biasa menyampaikan bahan…