Wiryono Sastrohandoyo: ”gam Bilang Mereka Bukan ’goda’, Gerakan Otonomi Daerah”
Edisi: 13/32 / Tanggal : 2003-06-01 / Halaman : 46 / Rubrik : WAW / Penulis : Budyarso, Edy, ,
PERJUANGAN menuju kedamaian di Aceh memang melelahkan. Sudah hampir 26 tahun konflik di Tanah Rencong itu tak kunjung selesai. Bahkan saat ini, setelah gagalnya perundingan pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 18 Mei lalu di Tokyo, Jepang, senapan meletus lagi di bumi yang sudah lelah bersimbah darah itu.
Wiryono Sastrohandoyo, 69 tahun, diplomat kawakan mantan Duta Besar Republik Indonesia di Australia, merasakan betul betapa perundingan alot dengan pihak GAM sungguh menguras pikiran dan kesabaran. Beruntung, ayah tiga anak asal Yogyakarta ini sempat menghimpun pengalaman panjang sebagai diplomat karier di Departemen Luar Negeri. Pergaulan internasional mengantarkannya ke berbagai agenda penting, termasuk dalam penanganan konflik di beberapa negara ASEAN. Ia, antara lain, ikut dalam penyelesaian masalah Kamboja, dan terlibat dalam penyelesaian konflik antara pemerintah Filipina dan pemberontak Moro di Filipina Selatan, yang pernah mencapai perdamaian pada Agustus 1996.
Pengalaman inilah yang membekalinya sebagai juru runding pemerintah Indonesia dengan GAM, sejak Februari 2002âpadahal ia sudah pensiun dari tugasnya di Departemen Luar Negeri. âKonstitusi kita menyebut ikut menyelenggarakan ketertiban dunia. Jadi, kita wajib aktif untuk mencapai perdamaian,â katanya. Roh konstitusi inilah yang membuat semangatnya tak terpatahkan dalam menghadapi jatuh-bangunnya perundingan dengan kelompok separatis bersenjata pimpinan Hasan Tiro itu.
Di pundak lelaki yang mahir berbahasa Prancis dan Spanyol iniâdi samping bahasa Inggris, tentuâperundingan antara RI dan GAM dipertaruhkan. Namanya sempat berkibar ketika RI dan GAM akhirnya mau meneken perjanjian penghentian permusuhan (COHA) pada 9 Desember 2002 lalu di Jenewa, Swiss. Setumpuk harapan akan penyelesaian damai di Aceh pun sempat bersemi.
Namun, harapan itu tak berumur panjangâbahkan saat ini untuk sementara waktu pupus. Pertemuan Dewan Bersama (Joint Council) antara RI dan GAM, 17-18 Mei lalu di Tokyo, Jepang, buntu. Padahal perundingan itu sangat menentukan nasib rakyat Aceh. Sekarang, suara juru runding pemerintah Indonesia, Wiryono, pun seperti telah dikalahkan oleh dentuman meriam dan letusan senapan.
Berikut penuturan Wiryono Sastrohandoyo tentang detik-detik berakhirnya perundingan tersebut. Ketika dihubungi Edy Budiyarso dari TEMPO, Wiryono sedang berada di Prancis. Berikut penuturannya lewat telepon internasional, Kamis lalu.
Dengan tiga syarat, banyak kalangan menilai pemerintah RI membuka perundingan dengan call tinggi. Bagaimana?
Itu kesimpulan yang tidak berdasar. Baca dong isi Perjanjian 9 Desember 2002. Di dalam perjanjian itu ada kalimat yang berbunyi âGAM menerima otonomi khususâ. Apa mau kita lepaskan Aceh begitu saja?
Setelah perjanjian ditandatangani, pihak GAM tetap mengatakan mereka tidak pernah menerima otonomi khusus. Apa yang sebenarnya terjadi?
Mereka membuat pernyataan yang tidak berdasarkan dokumen yang sudah…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…