Suara Kaum Jelata Dari Tanah Damai

Edisi: 40/30 / Tanggal : 2001-12-09 / Halaman : 75 / Rubrik : IQR / Penulis : Irawanto, Dwi Setyo , ,


Liberalisasi pasar gagal menjangkau kesejahteraan kaum melarat. Jurang antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar; ketegangan negara-negara Utara-Selatan setiap saat bisa meledak. Amartya Sen, ekonom dari Santiniketan yang meraih Hadiah Nobel bidang ekonomi, berbicara melalui wawancara eksklusif dengan Arif Zulkifli dari TEMPO di Cambridge, Inggris. Seperti yang ditulisnya dalam buku-bukunya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia itu, Sen menawarkan pemikiran yang tak lagi segar tapi tak pernah mati.

PERINGATAN itu menyalak bagai guntur di siang bolong. "Asal tahu saja," katanya, "tak ada lagi tembok yang bisa melindungi Amerika atau negara maju mana pun." Tembok besar itu, bagi Presiden Bank Dunia James T. Wolfensohn, sudah runtuh bersama ambruknya World Trade Center dalam serangan teror September lalu.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Wolfensohn mengingatkan agar "Barat" waspada: ada sekitar dua miliar orang di planet ini yang sial. Mereka bukan cuma tak mengais setitik pun keuntungan dari globalisasi. Lebih celaka lagi, mereka dirampok oleh gelombang kesejagatan itu. Sekitar 80 persen kehidupan di bumi ini berada jauh di bawah kenikmatan yang dikecap warga negara maju. Hari itu, Senin pekan lalu, dalam sebuah pertemuan untuk membicarakan masa depan Afganistan di London, secara tak langsung Wolfensohn mengakui, parahnya kemiskinan di dunia ketiga segera mengancam kesejahteraan warga negara maju.

Aba-aba Wolfensohn seketika menembus batas-batas kesadaran yang tak kunjung diakui "Barat" secara terbuka, bahwa liberalisasi pasar yang menjadi jargon pertumbuhan ekonomi gagal menjangkau kesejahteraan kaum melarat. Bahwa globalisasi bukan memperkecil, melainkan justru memperlebar jurang si kaya dengan si miskin, "Utara" dengan "Selatan". Pernyataan ini agaknya akan segera mengingatkan dunia atas pemikiran guru besar ekonomi yang mengabdikan seluruh hidupnya dalam pemikiran kemiskinan, persoalan orang-orang pinggiran, dan kepincangan ekonomi: Amartya Sen.

Selama dua dasawarsa terakhir, Sen, guru besar Trinity College, Cambridge, telah berkutat dengan pergulatan kaum pinggiran: kemiskinan, kelaparan, dan terampasnya kebebasan. Sebagaimana begawan ekonomi Adam Smith, Sen yakin, mekanisme pasar merupakan mesin pertumbuhan. Mekanisme pasar merupakan satu-satunya wahana interaksi untuk menjala manfaat yang saling menguntungkan. "Saya tak melihat," katanya, "ada kritik yang bisa melawan mukjizat mekanisme pasar."

Namun, Sen punya catatan kaki: mekanisme pasar mustahil bisa berfungsi "adil" jika tak ada aturan main yang mencegah penguasa modal menggunakan kekuatannya dalam…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…