Amartya Sen, Keadilan, Dan Kebebasan
Edisi: 40/30 / Tanggal : 2001-12-09 / Halaman : 84 / Rubrik : IQR / Penulis : Basri, Muhammad Chatib , ,
Muhammad Chatib Basri*)
KEMISKINAN adalah kekerasaan dalam bentuk yang paling buruk." Kalimat itu pernah diucapkan oleh Gandhi. Kita memang tak tahu persis bagaimana orang miskin harus dilindungi. Menyedihkan. Orang miskin adalah ilustrasi hidup tentang nasib buruk. Bagi mereka, kemiskinan bukan sebuah vakansi dari kejenuhan hidup mewah, atau kegenitan mencari yang le-bih "alami" di tengah kesumpekan materialisme. Kemiskinan bukanlah sebuah kesudahan yang tragis. Ia adalah kese-harian yang harus dijalani. Lalu, bagaimana orang miskin mesti dilindungi?
Kalimat Gandhi tentang kemiskinan seperti mengingatkan kita pada satu hari dalam hidup Amartya Kumar Sen, warga India pemenang Hadiah Nobel Ekonomi tahun 1998. Di satu siang yang penuh konflik antara umat Hindu dan Islam, Sen, yang ketika itu berumur 10 tahun, bermain di halaman rumahnya di Dhaka. Tak jelas benar dari mana datangnya, tiba-tiba ia melihat seorang lelaki masuk ke halaman dengan rintih kesakitan dan darah yang mengalir. Di punggungnya menancap sebuah pisau. Lelaki itu bernama Kader Mia, seorang buruh miskin yang beragama Islam. Ayah Sen kemudian membawa Mia ke rumah sakit, tempat Mia akhirnya harus melepas nyawanya. Di hari yang nahas itu, Mia pergi bekerja untuk mencari uang. Sebenarnya istri Mia telah mengingatkan agar tak pergi ke daerah yang rusuh itu. Tetapi Mia tak punya pilihan. Keluarganya harus makan. Maka, kemiskinannya harus dibayar dengan kematian. Kemiskinan memang punya banyak kematian dan air mata. Kejadian siang itu begitu membekas dalam hidup Amartya Sen. Ia mencatatnya: ketidakbebasan ekonomi (economic unfreedom), dalam bentuk kemiskinan yang ekstrem, bisa membawa orang pada kematian. Di siang yang malang itu, Mia sebenarnya tak perlu pergi mencari uang seandainya keluarganya tak kekurangan makan. Orang miskin memang seperti sebuah representasi nasib buruk.
Mungkin karena itu, Sen begitu terobsesi dengan kebebasan. Di dalam risalahnya, Beyond the Crisis: the Development Strategies in Asia, yang diterbitkan oleh Institute of South East Asian Studies, 1999, yang kemudian diterjemahkan menjadi Demokrasi Bisa Memberantas Kemiskinan oleh penerbit Mizan (2000), ia bicara tentang pentingnya kebebasan. Dengan antusias ia menulis, walau tak ada korelasi yang konklusif antara pertumbuhan ekonomi dan demokrasi, sejarah menunjukkan bahwa kelaparan yang dahsyat tak pernah terjadi di negara merdeka, demokratis,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…