Dari Paspor, Mengalirlah Dolar

Edisi: 35/30 / Tanggal : 2001-11-04 / Halaman : 70 / Rubrik : SEL / Penulis : Fadjri, Raihul , Setiyardi ,

KEDUANYA menyandang marga Soares dan lahir dari keluarga yang sama: Abe Barreto Soares, 32 tahun, dan Mica Barreto Soares, 29 tahun. Keduanya tercatat sebagai staf bidang pers Pemerintahan Transisi PBB di Timor Loro Sa’e (UNTAET). Dan keduanya punya tanggung jawab yang sama: saban hari Soares bersaudara harus berhubungan dengan wartawan serta menyalurkan semua informasi yang perlu dipublikasikan oleh media massa. Abe dan Mica sama-sama mengenyam pendidikan di Jawa. Yang tua drop-out dari Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM). Yang muda menyelesaikan studi sarjananya di Fakultas Psikologi Universitas Soegiyopranoto, Semarang.

Dalam hal pendidikan, Mica Soares boleh saja lebih unggul dari kakaknya. Tapi soal penghasilan? Nanti dulu! Abe Soares dibayar US$ 4.000 (setara Rp 40 juta pada kurs Rp 10 ribu) saban bulan, sementara Mica Soares hanya mendapat US$ 340 (setara Rp 3,4 juta). Angka ini tak jauh amat bedanya dengan gaji rata-rata para pembantu rumah tangga di keluarga-keluarga staf UNTAET, US$ 200 per bulan. Yang membedakan jumlah gaji kakak-beradik ini bukan kepintaran atau prestasi, melainkan sehelai paspor. Abe Soares ”beruntung” masih memegang paspor Portugal tatkala Timor Loro Sa’e dialihkan ke bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNTAET. Adik Abe tetap memegang paspor Indonesia. Maka, gaji keduanya pun dibedakan dengan strata yang telah digariskan UNTAET: staf internasional dan staf lokal.

Kesenjangan penghasilan dan gaya hidup pihak asing dan pribumi di Timor Loro Sa’e—terutama di Dili—telah me-lahirkan sebuah lahan subur bagi rasa amarah dan cemburu penduduk lokal terhadap warga asing di sana. Batu-batu masih saja deras melayang kendati perang telah berakhir. Batu-batu yang biasa melesat pada malam hari itu dengan…

Keywords: -

---

Foto Terkait