Mardjoko Dan Sampah 9 Milyar
Edisi: 46/21 / Tanggal : 1992-01-11 / Halaman : 41 / Rubrik : SEL / Penulis : BSU
Seumur-umur, ia tidak pernah punya kartu nama. Beli dasi terakhir, 2 5 tahun
lalu. Di "kantor"nya tak ada sofa empuk, apalagi AC. Ada sebuah kursi
plastik yang warna aslinya sudah tak jelas. Tapi ia dipa nggil boss.
Peralatan paling vital di ruang kerjanya: timbangan duduk berkapasitas
300 kilogram, merek Garuda. Siapa dia?
; Mardjoko, umurnya 49 tahun. Setiap hari, ia bekerja dengan timbangan itu, notes
dan bolpoin bekas di tangan. Kadang-kadang dengan bantuan kalkulator. Bisnis
Mardjoko adalah jual beli sampah.
; "Ember, Bos," kata Asim, pemulung berbadan kerempeng, sambil menjatuhkan sebuah
karung putih yang robek di sana sini.
; "Campur sendal nggak?" tanya Mardjoko.
; "Nggak," jawab Asim.
; "Pralon?"
; "Nggak."
; Pertanyaan-pertanyaan klasifikasi barang itu adalah bagian dari trans aksi. Setiap
klasifikasi punya harga sendiri. Harga ember plastik berb eda dengan plastik
pembungkus gula, pralon, atau sendal. Si bos mencocokkan skala timbangan, 7
kilogram. Lalu ia membuat catatan : Ember, 7 X Rp 250 Rp 1.750.
; Tukul, anak buah Mardjoko, mengangkat karung yang baru ditimbang dan menumpahkan
isinya ke sebuah tumpukan barang plastik bekas. Sedangkan si Asim -- resminya
ia pemulung sampah -- mengambil lagi barang-barang bekas dari gerobaknya. Ia
datang lagi dengan sekarung boncos (ini istilah untuk segala macam jenis
kertas koran, majalah bekas) sebanyak 7 kg, kardus 5 kg, karpet 3 kg, naso
(ini istilah wadah plastik bekas krim deterjen) 1 kg, dan besi 8 kg. Setelah
mengkonfirmasi kalkulatornya, Djoko mengambil duit Rp 5.500 dari kantong
kemejanya dan menyerahkannya kepada Asim. Transaksi selesai.
; Dalam jaringan daur ulang sampah, usaha Mardjoko tergolong lapak, sektor
penadah barang-barang bekas yang dipungut "tukang beling", seperti Asim.
Barang-barang dari penadah ini, setelah melalui dua atau tiga tahap proses,
menjadi bahan baku industri daur ulang di Jakarta. Kertas bekas menjadi kertas
baru, ember buangan jadi perabotan mutakhir, kaleng bekas menjadi lampu
tempel.
; Usaha Djoko, di tanah seluas 300 meter persegi -- disewanya Rp 100 ribu per
bulan -- terletak di dalam sebuah bengkel mobil di belakang stasiun kereta
api Manggarai, Jakarta Selatan. Ia menerima para penyuplai tak jauh dari
hamparan berpuluh-puluh karung barang bekas yang letaknya berhadapan dengan
bedeng-bedeng tukang ikan pindang. Bau amis pindang terbang ke mana-mana,
bercampur dengan bau oli dan sampah, tentu saja.
; Di Jakarta ternyata cukup banyak pengusaha seperti Mardjoko. Ada paling tidak
3.200 lapak di Jakarta. Ini hasil penelitian CPIS (The Center For Policy
and Implementation Studies), sebuah pusat riset antardisiplin dan konsultasi
kebijaksanaan, yang didirikan pakar-pakar ekonomi antara lain Wijoyo
Nitisastro dan Ali Wardhana.
; Sekilas…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…