Laksamana Sukardi: "bppn Bukan Pegadaian, Jangan Dulu Digoyang"

Edisi: 27/30 / Tanggal : 2001-09-09 / Halaman : 42 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


KEMBALI ke pusat pengendali harta negara ternyata bukanlah hal yang menyejukan bagi Laksamana Sukardi. "Saya malah deg-degan," katanya khawatir. Tugas menangani badan usaha milik negara (BUMN) dan menjual aset-aset di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tidak membuatnya merasa sangat berkuasa seperti yang diperkirakan banyak orang. Harta negara itu bahkan sering memusingkan kepalanya. "Kalau asetnya bagus, mungkin tak jadi masalah," tutur Laks--begitulah ia biasa disapa. Masalahnya, kebanyakan dari aset yang nilainya ratusan triliun itu tinggal angin dan sampah belaka.

Meski demikian, tetap ada hal yang bisa disyukuri Laks dengan posisi resmi sebagai Menteri Negara BUMN yang juga membawahkan BPPN itu. Bendahara Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan dua periode (1993-1998 dan 1998-2003) ini, setidaknya, bisa mewujudkan cita-citanya. Cetak biru BUMN yang dulu dibuatnya dan kemudian terbengkalai kini bisa dihidupkan lagi. Juga ambisinya untuk membangun good corporate governance di jajaran BUMN.

Sarjana teknik ITB ini memang bersemangat kalau berbicara tentang pemerintahan yang bersih. Pembawaannya yang tenang dan penampilannya yang necis telah dengan rapi menyembunyikan kerisauannya tentang beberapa kendala besar. Satu di antara kendala itu adalah perilaku para pejabat BUMN yang digayuti benturan kepentingan atau conflict of interest. Ia juga miris dengan BPPN, lembaga ad hoc yang sarat dengan salah urus dan salah kaprah ini.

Tapi Laks bukan tipe yang meledak-ledak. Seberapa tajam pun kritik yang dilontarkan oleh suami Rethy Wulur ini, wajahnya selalu tenang dan suaranya datar. Putra wartawan Gandhi Sukardi ini (kakeknya, Didi Sukardi, juga seorang wartawan) pekan lalu menerima Endah W.S., Nugroho Dewanto, dan Leanika Tanjung dari TEMPO di lantai 26 Gedung Danamon untuk sebuah wawancara. Petikannya:

Setelah LoI ditandatangani, pekerjaan berikutnya adalah perundingan di Paris Club. Apakah utang yang dibuat oleh sebagian BUMN dihitung sebagai utang pemerintah?

Kalau utang BUMN yang digaransi pemerintah, ya, masih masuk utang pemerintah. Seperti proyek Paiton itu, kalau ada surat jaminannya, berarti termasuk utang pemerintah. Tapi saya kira ini masa-masa yang sangat sulit, sehingga benar-benar memerlukan komitmen untuk menyelesaikan masalah. Pemerintah nggak bisa bekerja tanpa dukungan DPR dan masyarakat. Apalagi ongkos krisis moneter saat BPPN harus melepas aset secepatnya untuk membayar kembali obligasi pemerintah. Dan yang perlu disadari, BPPN bukan lembaga pegadaian, dalam arti bahwa kalau harta diserahkan, bisa dijual lagi dengan harga yang lebih mahal atau sama.

BPPN bukan lembaga pegadaian? Maksudnya?

Contohnya BCA. Dengan deposito Rp 90 triliun yang masih dijamin pemerintah, modalnya negatif, dan membutuhkan Rp 28 triliun. Kalau tidak, kita harus membayar Rp 90 triliun. Sekarang mau diapain itu bank? Atau, kalau dijual lagi, hanya Rp 8 triliun dengan harga pasar, berarti rugi. Inilah yang saya bilang, BPPN ini bukan lembaga pegadaian, karena biaya yang harus dibayar. Kalau penjualan aset tidak kita lakukan, ongkosnya lebih besar lagi.

Jadi, lebih baik jual rugi (cut loss) saja?

Ini masalah yang mungkin agak sulit diterima. Kita harus melihat ke tujuan semula. Jangan melihat yang sekarang saja, tapi tidak mau melihat ke…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…