Di Laut Mereka Bersuka

Edisi: 35/31 / Tanggal : 2002-11-03 / Halaman : 88 / Rubrik : GH / Penulis : Rulianto, Agung , Sinaga, Deddy ,

SEBUAH kapal melompat-lompat di antara gulungan gelombang Selat Sunda. Mendekati kawasan laut di seputar Gunung Krakatau, kapten kapal menurunkan kecepatan. Matanya menatap tajam ke layar monitor. "Tulit..., tulit..., tulit...," sensor yang terpasang di bawah kapal mengirimkan sinyal ke monitor. Tatkala suara sensor itu kian cepat, si nakhoda menghentikan kapal. Ada ranjau? Kapal musuh?

Mestinya bukan. Karena kapten kapal mengulum senyum sembari langsung melego jangkar. Sinyal itu mengabarkan rombongan ikan berada tepat di bawah kapal. Penumpang dan awak kapal segera melempar kenur (tali pancing) dengan cumi-cumi sebagai umpan. Tidak terlalu lama, sebuah joran tegang melengkung. Adu betot dimulai saat seorang pemancing menyambar joran. Sesekali kenur menegang, kemudian mengendur dan si pemancing secepat mungkin menggulung kenurnya. Pertarungan itu berlangsung sekitar sepuluh menit, dan, plas! Kenur itu putus. Sia-sia?

Boleh jadi. Tapi, bagi para pemancing di laut, mendapat ikan bukanlah tujuan utamanya. Makan di restoran sea food terbesar di Jakarta masih lebih murah ketimbang memburu ikan di laut. Tetapi terapung-apung di laut bagi mereka bisa melepaskan kebosanan dari rutinitas kerja. "Di sini ditanggung tidak ada macet," canda seorang awak kapal.

Demi kegemaran itu, mereka tidak ragu-ragu membelanjakan uang ratusan juta hingga miliaran rupiah. Ecky Pranata, seorang pengusaha swalayan, misalnya. Dia mengaku awalnya dia memancing untuk membunuh…

Keywords: -

---

Foto Terkait