Letjen (purn.) A. Hasnan Habib: "soeharto Akan Kena Juga..."
Edisi: 21/30 / Tanggal : 2001-07-29 / Halaman : 88 / Rubrik : IQR / Penulis : , ,
KETIKA Pertamina sudah memasuki krisis, Letjen (Purn.) Adnil Hasnan Habib adalah orang yang luar biasa sibuk menyelidiki penyebabnya. Maklum, ia adalah anggota tim teknis penyelesaian masalah Pertamina bersama dengan Piet Haryono (alm.) dan Ismail Saleh, yang kala itu menjabat Sekretaris Kabinet.
Dengan lancar dan ingatan yang luar biasa kuat, mantan Duta Besar Indonesia di Washington ini memaparkan secara kronologis bagaimana ia mulai meng-kritik sepak terjang Ibnu Sutowo hingga Hasnan dan timnya harus mengadakan penyelidikan atas krisis itu.
Pria kelahiran Kota Maninjau, Sumatra Barat, 3 Desember 1926, yang termasuk jenderal senior di TNI ini akhirnya bersedia menjawab pertanyaan Dwi Arjanto dari TEMPO untuk mengonfirmasi be-berapa bagian dalam buku biografi Ibnu Sutowo. Berikut petikannya.
Bisa diceritakan bagaimana Anda pertama kali diminta memimpin tim penyelidikan korupsi Pertamina?
Kira-kira awal 1975, dalam suatu resepsi di rumah Duta Besar Belanda, kebetulan saya duduk satu meja dengan Prof. Dr. Soemitro. Prof. Soemitro sempat mengatakan dalam bahasa Belanda, "Dalam satu-dua hari ini Anda akan dipanggil Presiden." Saya bertanya, "Untuk apa?" Dijawab, "Dengar saja dari dia nanti. Saya enggak akan mau mengatakan kepada kamu." Detik itu saya sudah menduga, ini pasti menyangkut masalah Pertamina.
Sebelumnya, Presiden Soeharto membentuk Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP), yang terdiri dari lima orang menteri. Ketuanya secara fungsional dipimpin oleh Menteri Pertambangan, M. Sadli. Anggotanya Widjojo Nitisastro (Ketua Bappenas), M. Yusuf (Menteri Industri), Soedharmono (Menteri Sesneg), dan Panggabean (Menteri Hankam). Tujuannya, mengawasi supaya Pertamina bisa berjalan sebagai badan usaha pemerintah sesuai dengan kebijakan pembangunan kita. Pak Harto menggunakan dua ujung tombak dalam pembangunan. Satu tombak adalah para ekonom pimpinan Widjojo yang bekerja sama dengan World Bank, IMF. Dan kedua, Pak Harto menganggap Pertamina sebagai ujung tombak lainnya.
Rupanya Pak Harto berpendapat ia tidak mau terlalu lama bergantung pada lembaga-lembaga internasional dan ingin menonjolkan usaha kita sendiri untuk memperbesar dana pembangunan. Tetapi kemudian Pak Panggabean menunjuk saya sebagai penggantinya.
Apa saja yang Anda pelajari dari kasus Pertamina?
Pak Ibnu dengan berbagai…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…