Abdul Hakim Garuda Nusantara: "komnas Ham Sudah Cukup Hati-hati"
Edisi: 17/32 / Tanggal : 2003-06-29 / Halaman : 44 / Rubrik : WAW / Penulis : Manggut, Wenseslaus , ,
ADA pemandangan unik di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat. Muhammad Mu'tashim Billah, ketua panitia ad hoc pemantau darurat militer di Aceh, selalu mengatup mulutnya dengan kain hitam. Ia bisa berbicara berlama-lama di depan wartawan, tanpa melepas kain hitam itu. Di berbagai kanal televisi para pemirsa bisa menonton aksi itu, juga pembaca di koran-koran. Menurut Billah, inilah bentuk protes setelah orang penting dari sebuah lembaga pemerintah memintanya meredam mulut.
Sebelumnya, Billah memang bicara lantang tentang pelanggaran hak asasi manusia di Aceh. Ia juga menyampaikan informasi yang diterimanya dari warga soal kuburan massal, dan adanya milisi sipil di bumi Serambi Mekah itu. Hanya memang, katanya, informasi itu harus diteliti lebih jauh. Keterangan soal milisi dan kuburan massal inilah yang memancing protes keras dari TNI. "Kuburan massal dari mana, dari bawah tanah? Jangan asal ngomong," kata Panglima TNI, Jenderal Endriartono. Reaksi senada juga datang dari Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu.
Bagaimana sebetulnya hasil pemantauan Komnas HAM selama sebulan perang Aceh? Betulkah ada milisi dan kuburan massal di sana? "Kuburan massal dan milisi itu adalah terminologi yang netral. Jadi tidak masalah," kata Abdul Hakim Garuda Nusantara, Ketua Komnas HAM. Abdul Hakim menilai, pelanggaran hak asasi bisa dilakukan siapa saja, baik oleh GAM maupun TNI.
Lama aktif di lembaga swadaya masyarakat (LSM), mengadvokasi masyarakat desa, Abdul Hakim Garuda paham betul bahwa konflik, atau perang, cuma meninggalkan trauma dan ketakutan bagi warga sipil, orang-orang kecil di pedesaan. Jikapun ada pelanggaran hak asasi, mereka umumnya memilih tutup mulut. Di negeri yang belum punya undang-undang perlindungan saksi, bahkan belum punya lembaga yang melindungi saksi, membisu adalah sikap yang paling aman. Berikut petikan wawancara wartawan TEMPO Wenseslaus Manggut dengan Ketua Komnas HAM itu, Jumat pekan lalu, di kantornya.
Siaran pers Komnas HAM tentang pelanggaran hak asasi di Aceh menimbulkan kontroversi, terutama menyangkut adanya kuburan massal dan milisi. Apa sebetulnya yang didapatkan Komnas di lapangan?
Dalam siaran pers 13 Juni itu sama sekali tidak ada keterangan soal kuburan massal, adanya milisi, atau jumlah korban dalam perang Aceh. Yang mengumumkan jumlah korban adalah Palang Merah Indonesia (PMI). Lembaga itu menyebutkan bahwa mereka mengevakuasi sekitar 151 mayat. Lalu jadi heboh. Tapi Mabes Polri bilang korban sekitar 192, artinya lebih tinggi dari angka PMI. Nah, ada baiknya memang semua data diklarifikasi, agar tidak simpang-siur.
Tapi soal kuburan massal itu dilansir oleh anggota Komnas HAM.
Yang dikatakan oleh anggota Komnas HAM adalah bahwa ada informasi soal kuburan massal, tapi masih harus dicek lagi. Statement itu harus dipahami secara jernih dan utuh. Terminologi kuburan massal itu sangat netral dan sah-sah saja. Akan menjadi masalah jika ada tudingan siapa pelaku pembunuhannya. Harus juga dilihat siapa yang ada dalam kuburan massal itu. Apa itu mayat GAM atau orang sipil. Kalau itu mayat anggota GAM atau TNI, tidak jadi persoalan karena itu…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…