Sulitnya Mengisi Kursi 'panas' Jaksa Agung
Edisi: 19/30 / Tanggal : 2001-07-15 / Halaman : 20 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Sudarsono, Gendur , Prasetya, Adi , Lebang, Tomi
DI TAMAN Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat 6 Juli lalu, Prof. Dr. Haji Baharuddin Lopa tidak dikuburkan seorang diri. Bersama Jaksa Agung itu, harapan berpendarnya lagi sinar keadilan dari Gedung Bundar Kejaksaan, yang sudah lama gelap pekat oleh korupsi, seperti ikut terbenam kembali. Pelita kecil yang sempat menyala di gulita dunia peradilan Indonesia sebulan sejak Lopa menjabatsemoga untuk sementaramendadak padam begitu lelaki gigih 66 tahun itu meninggal dunia.
Manusia tidak menentukan sendiri batas usianya. Karena itu, meninggalnya Lopa pada 3 Juli di Riyadh, Arab Saudi, mengagetkan. Ia baru saja menjadi buah bibir dengan kerja kerasnya, dengan lampu ruang kantornya yang masih menyala menjelang tengah malam, dengan "kocar-kacir"-nya para konglomerat hitam menghindari kejarannya. Ia sedang berada di puncak kebanggaan publik tatkala tiba-tiba dikabarkan terbaring sakit di Riyadh, dan kemudian wafat. Semua begitu cepat, mudah baginya. Kita pun termangu sedih ketika menyaksikan prosesi pemakaman tokoh dari Mandar, Sulawesi Selatan, itu lewat siaran langsung televisi.
Presiden Abdurrahman Wahid memberinya Bintang Mahaputra. Sebuah penghargaan yang pantas untuk kejujuran, keberanian, dan kesungguhan Lopa bekerja. Di luar kompleks pemakaman, sekelompok massa menggelar poster: "Matinya Lopa bukanlah matinya keadilan." Kelompok lain mengusung beberapa poster bertuliskan "Soeharto, Akbar Tandjung, Ginandjar Kartasasmita, Arifin Panigoro, jangan tertawa dulu. Kami teruskan perjuangan Lopa."
Hari itu juga, untuk mengenang Lopa, sekelompok LSM di Jakarta meluncurkan Lopa Award. Diprakarsai oleh Masyarakat Transparansi Indonesia, penghargaan itu diberikan kepada empat orang pelapor kasus korupsi. Dan di Makassar, Sulawesi Selatan, para mahasiswa Universitas Hasanuddin mencopot papan nama Jalan Tol Reformasi…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…