Saijah-adinda Dari Yogya
Edisi: 31/31 / Tanggal : 2002-10-06 / Halaman : 59 / Rubrik : TER / Penulis : Chamim, Mardiyah , ,
LIHATLAH Saijah dan Adinda. Pandangan mata mereka menyorotkan hati yang saling memuja. Seluruh daya hidup remaja Karesidenan Lebak, Banten, dalam lakon Max Havelaar ini terpusat pada niat hendak hidup berdua serba bahagia. Sebuah niat tulus yang, apa hendak dikata, berujung pada kematian tragis.
Sungguh, Saijah-Adinda bukan romansa picisan. Pekan lalu di Gedung Kesenian Jakarta, roman itu melintas batas, diangkat ke pentas drama tari melalui Gitawerta Saijah dan Adinda. Penata tari senior S. Kardjono sengaja mengangkat sebuah tema yang relevan dengan kondisi mutakhir.
Multatuli, nama samaran Asisten Residen Lebak Edward Douwes Dekker, pada tahun 1860 menulis Max Havelaar atau Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda dengan sindiran yang pahit. Bukan cuma penjajah Belanda yang tak punya malu menyiksa bumiputra. Para…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Logika Kartun sebagai Jembatan Komunikasi
1994-04-16Mungkin teater kami merasa masalah dalam naskah jack hibberd ini asing bagi penonton indonesia, ditempuhlah…
Peluit dalam Gelap
1994-04-16Penulis ionesco meninggal dua pekan lalu. orang yang anti kesewenang-wenangan kekuasaan, semangat yang menjiwai drama-dramanya.
Sebuah Hamlet yang Sederhana
1994-02-05Untuk ketiga kalinya bengkel teater rendra menyuguhkan hamlet, yang menggelinding dengan para pemain yang pas-pasan,…