Satrio Budihardjo Joedono: "saya Sangat Risau Dengan Adanya Korupsi"

Edisi: 17/30 / Tanggal : 2001-07-01 / Halaman : 44 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


KETIKA masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Prof. Dr. Satrio Budihardjo Joedono pernah memamerkan tas kulitnya yang sudah butut. Menurut pria kecil bermata jenaka itu, tas kerjanya itu dibeli di Pasar Seni Ancol pada tahun 1980-an. Kini, laki-laki kelahiran Pangkalpinang, 61 tahun silam, itu hampir dua tahun sudah menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tas kulit yang sudah bluwek dan ada bekas tambalannya itu ternyata masih setia menemani Billy. "Saya sudah beberapa kali membetulkan tas itu ke Laba-Laba (sebuah tempat reparasi tas)," katanya.

Mitos tentang kesederhanaan Satrio Budihardjo Joedono—biasa dipanggil Billy—ini memang sudah lama tersebar. Di masa Soeharto, dia adalah satu-satunya menteri yang tinggal di apartemen sempit di kawasan Radiodalam, Jakarta Selatan, dengan televisi 14 inci dan sebuah sedan tua. Kalaupun sekarang anak Prof. H.R.M. Marsidi Joedono itu tinggal di sebuah rumah besar di Patra Kuningan, Jakarta Selatan, itu karena ketika Billy diberhentikan sebagai Menteri Perdagangan (1995), penggemar cerutu Monte Cresto itu ditawari Pertamina membeli sebuah rumah besar tapi sudah agak rusak dengan harga sekitar setengah miliar rupiah (1996).

Mitos lainnya tentang Billy adalah ia pejabat yang lurus dan bersih. Dulu, sebagai Menteri Perdagangan, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) ini menentang monopoli PT Bogasari Flour Mills atas tepung terigu dan praktek Badan Penyangga Perdagangan Cengkeh (BPPC), yang dikuasai Sudono Salim dan Tommy Soeharto. Ketika menjadi Ketua BPK, Billy pernah menolak menyerahkan audit versi panjang (long form) Bank Bali ke DPR karena di dalamnya ada informasi yang dilindungi Undang-Undang Kerahasian Bank—ada alur rekening keluar-masuk dari Bank Bali yang isinya menyangkut nama-nama sejumlah orang penting. "Kita tidak bisa membangun demokrasi dengan melakukan pelanggaran hukum," kata lulusan Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat, ini.

Sejak diangkat menjadi Ketua BPK pada September 1999, doktor administrasi publik dari Universitas New York di Albany, AS, ini sudah memberi gereget pada lembaga auditor negara ini. Alhasil, setiap semester, BPK mengeluarkan laporan hasil audit yang menggemparkan karena mencantumkan daftar penyimpangan dan kebocoran.

Gebrakan BPK yang terbaru adalah soal audit bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). BPK menerjunkan tim audit ke sejumlah bank penerima BLBI untuk melakukan audit investigasi tentang siapa yang terlibat dan apa modus atas kesalahan yang terjadi. BPK juga telah memeriksa sejumlah pejabat di BI yang telah memberikan dana BLBI kepada bank-bank swasta. Hasilnya mencengangkan. Dari total dana BLBI yang mengucur, yaitu Rp 144,5 triliun, hanya 9,5 persen atau Rp 12,2 triliun yang jelas jaminannya.

Banyak pihak yang kagum atas kerja Billy di BPK. Tapi, menurut dia, pujian itu berlebihan. Inilah wawancara lengkap Leanika Tanjung dan fotografer Bernard Chaniago dari TEMPO dengan Billy, selama dua jam, di ruang kerjanya di lantai 9 Gedung BPK, Jakarta.

Bagaimana modus penggelapan BLBI? Apakah BPK menemukan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…