Agus Budiman: "rumah Saya Dikira Tempat Pembajak Berkumpul"

Edisi: 27/31 / Tanggal : 2002-09-08 / Halaman : 42 / Rubrik : WAW / Penulis : Anom, Andari Karina , Dewanto, Nugroho , Kleden, Hermien Y.


UDARA dingin masih menyelimuti Washington, DC, di suatu pagi bulan September 2001. Di sebuah ruangan berwarna putih, berkarpet abu-abu, di lantai 15 sebuah apartemen di kawasan Alexandria, tiga bersaudara sedang bersiap-siap memulai hari. Suasana pagi yang tenteram itu tiba-tiba dikoyakkan oleh gedoran keras di pintu. "Siapa?" seorang dari mereka bertanya sembari membuka pintu. Dua tamu itu menjawab singkat: FBI. Dan mereka mengacungkan kartu identitas.

Dua polisi federal itu mencari Agus Budiman, anak muda asal Tanjung Duren, Jakarta Barat, yang mereka tuduh sebagai penghubung Muhammad Atta dan kawan-kawannya. Nama Atta pernah menjadi mimpi paling buruk yang melesak ke dalam memori publik Amerika Serikat (AS). Anak muda asal Mesir itu dituding meledakkan menara World Trade Center dalam tragedi 11 September 2001. Dan siapa pun yang pernah berhubungan dengan Atta akan berada dalam radius pengawasan superketat oleh sekuriti Amerika.

Agus terkenang betapa waspadanya sikap kedua polisi dari Biro Investigasi Federal (FBI) itu di depan apartemennya. Tangan dan kaki mereka dalam posisi menahan daun pintu sehingga tak bisa ditutup kembali. Seorang dari mereka bertanya, "Apakah Anda Tuan Agus Budiman?" "Ya," jawab Agus. Saat itu dia sudah mengenakan seragam kerjanya sebagai pengantar makanan (delivery boy) dengan nama lengkap tertera di bagian depan.

Kedua agen federal itu minta waktu beberapa menit. Agus menyilakan mereka duduk. Ruangan itu masih acak-acakan. Buku berserakan di beberapa tempat. Beberapa kardus yang belum dibuka masih bertumpuk di sebuah sudut. Kaligrafi bertuliskan ayat Kursi yang sudah dibingkai masih tergeletak di lantai. Maklum, penghuninya baru dua bulan pindah ke situ. Mereka belum sempat membereskan semua barang.

Pembicaraan di atas ternyata molor menjadi dua jam. Dan kepada Agus mereka menyodorkan sebuah tuduhan seram: dia dituding sebagai penghubung Muhammad Atta, si pembajak pesawat yang menabrakkan diri ke gedung World Trade Center (WTC), New York—enam hari sebelumnya. Wawancara itu bahkan menjadi periode awal dari sebuah prahara yang tak pernah dia bayangkan selama sembilan bulan.

Arsitek yang cemerlang dari sebuah universitas di Bremen ini tiba-tiba menjadi "tokoh" dalam media massa Amerika. "Saya merasa dipojokkan (abused) oleh pemberitaan media Barat," ujarnya kepada TEMPO. Pers setempat memang mencapnya sebagai teroris. Rakyat Amerika yang masih marah atas tragedi itu menuntut ia dihukum seberat-beratnya.

Dan Agus seperti terlempar dalam ke sebuah zona kehidupan yang tidak pernah dia bayangkan. Dia ditangkap, diinterogasi, dan dilempar ke beberapa penjara federal—Arlington, Pamunkey, hingga Alexandria. "Padahal saya ke Amerika dengan niat baik: ingin mencari pekerjaan sesuai dengan pendidikan saya di bidang arsitektur," katanya dengan suara pelan.

Pemuda berusia 31 tahun ini menyimpan sejumlah kenangan yang menyenangkan dari masa remajanya di Ibu Kota. Saat duduk di bangku SMA 46 Jakarta, Agus pernah menjadi finalis cowok idola majalah Gadis. Ia juga aktif berolahraga seperti sepatu roda dan tenis meja. Masa-masa di Jerman menjadi fase pendewasaan bagi Agus, sekaligus menumbuhkan kesadaran religius yang lebih dalam ke dalam kehidupan pribadinya. Dia aktif dalam berbagai organisasi Islam, baik nasional maupun internasional.

Setelah sembilan bulan mendekam di bui, pengacara Agus—seorang warga negara Amerika—akhirnya membuktikan Agus tidak bersalah. Dan berakhirlah bulan-bulan yang panjang dan melelahkan. Dua pekan lalu…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…