Mencari Hamlet Di Sebuah Senja

Edisi: 27/31 / Tanggal : 2002-09-08 / Halaman : 76 / Rubrik : TER / Penulis : Sadra, Wayan

Puri Kronborg, 16 Agustus. Kami menunggu datangnya senja....

LAKON Hamlet dalam kepala saya selama ini adalah tragedi Shakespeare yang dipentaskan dramawan W.S. Rendra. Dari Bali, saya juga ingat Ida Bagus Geriya, dalang dari Desa Mas. Pasek Tempo, aktor dari Tampaksiring yang pada tahun 1978 diundang oleh Robert Marchell dari Teater Mobile Swiss, mementaskan wayang dan topeng dalam lakon yang sama.

Maka, ketika Oktober tahun lalu Ong Keng Sen, sutradara Theatre Work Singapura, menawarkan kerja sama menggarap Hamlet, kontan saya terima. Lokakarya pertama pada Desember diselenggarakan selama dua minggu di markas mereka di Singapura. Di sana ada aktor AS Ann Crosset, komponis musik pop Denmark Dicte, dan pendongeng Swedia Charlotte Ingelkes. Kelompok ini juga diramaikan oleh dua penari butoh Jepang dari generasi yang berbeda, Charlota Ikeda dan Kota Yamasaki, penari topeng Bali I Wayan Dibia, penari Thailand Pichet Klunchun, pesilat Malaysia Aida Rehza, dan sineas Cina Wu Wenghuang.

Hari-hari pertama, kami saling memperkenalkan diri lewat presentasi gerak, mimik, voice, atau musik, dan mencari keakraban dan pemahaman kebinekaan. Kami juga bersama-sama menonton berbagai dokumen pementasan dan film Hamlet dari yang bisu hingga garapan Mel Gibson. Tak ada hari tanpa diskusi hingga pada suatu saat muncul ketegangan perihal Hamlet, yang merupakan produk budaya Barat.

Ong Keng Sen mengingatkan para aktor dan penari untuk back to basic, mencari Hamlet lewat setting kultur masing-masing. Mencari karakter Gertrude, Ophelia, Laertes,…

Keywords: -

---

Foto Terkait