Kanvas Pelukis Dunia Di Mata Jais
Edisi: 25/31 / Tanggal : 2002-08-25 / Halaman : 78 / Rubrik : LAY / Penulis : Suyono, Seno Joko , ,
SEBUAH BMW berkilat meluncur tanpa suara dari garasi pelukis muda itu. Mobil papan atas itu bukan milik seorang CEO (chief executive officer) atau pengusaha sukses. Mobil itu milik seorang pelukis yang karyanya baru saja diborong oleh seorang pialang saham. Bayangkan, hanya karena sebuah nama, sang pialang juga bersedia membeli sehelai kanvas putih (dengan harapan sang pelukis suatu hari akan memuncratkan cat imajinasinya yang memiliki daya jual yang melangit). Mujur? Yang ia tak tahu, itu sebenarnya bagian dari sebuah taktik ekonomi seorang spekulan.
Sang pialang kemudian memasukkan karya-karya sang seniman ke lelang lukisan (bisa di Jakarta atau Singapura). Iatentu saja lewat konco-konconyamembeli sendiri lukisan yang dimilikinya dengan harga yang jauh lebih tinggi. Istilahnya menggoreng. Yang terjadi kemudian adalah sebuah opini harga yang meluncur ke publik. Setelah itu, sang pialang pun mengadakan pameran karya sang pelukis secara besar-besaran.
Dilengkapi dengan katalog luks yang diberi kata pengantar seorang kritikus berwibawa, tak mengherankan jika lukisan-lukisan pelukis itu diburu kolektor. Peristiwa ini mendatangkan keuntungan berlipat ganda bagi sang pialang. Beberapa tahun kemudian, ketika tren berubah, ia gantian mendongkrak harga pelukis lain, mengarahkan pasar untuk menerima gaya lain. Harga lukisan pelukis terdahulu langsung melorot. Gaya lukisannya terasa ketinggalan zaman, apalagi pada dasarnya pelukis sebelumnya yang diusung-usung itu memang belum matang. Akibatnya, kini sang pelukis mulai sulit menjual lukisannya. Pelukis itu sampai jalan sendiri menenteng lukisannya door to door.
Menurut Jais Hadiana Dargawidjaya, 45 tahun, ini bisa terjadi pada pelukis-pelukis kita. Pengalaman seorang art dealer profesional yang malang-melintang di bursa Paris-Amsterdam-New York seperti Jais Dargawidjaya menjadi penting sebagai pembanding. Pada tahun 1997, Jais mengentakkan publik seni rupa Indonesia karena berhasil menghadirkan lukisan puluhan raksasa maestro dunia seperti Renoir, Georges Roault, Raoul Duffy, Picasso, Braque, Fernand Leger, Marc Chagall, Bernard Buffet di galerinya, Darga Gallery, di kompleks pertokoan Sanur, jalan bypass Ngurah Rai, Bali.
Bagi putri Dargawidjaja, bangsawan Sunda di Bandung ini, karya-karya itu tak asing. Ia memang memiliki karya Rene Margrite sampai Andy Warhol (yang kemudian akan dijual kembali). Satu-satunya karya besar yang belum pernah dipegangnya hanyalah karya Van Gogh. Kini ia lebih banyak tinggal di Paris daripada di Bali. Pada 1998, bekerja sama dengan galeri setempat,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…