Suara Keras Mengganti Jaksa Agung

Edisi: 25/31 / Tanggal : 2002-08-25 / Halaman : 108 / Rubrik : HK / Penulis : Taufik, Ahmad , Patria, Nezar , Bramantyo, A.


JANGAN sembarangan meremehkan lafal sumpah jabatan. Setidaknya, pada 15 Agustus 2001, ketika Muhammad Abdul Rachman dilantik sebagai jaksa agung oleh Presiden Megawati, kata-kata pada sumpah jabatan "… akan jujur dan bersih…" sempat tercekat di tenggorokannya. Ternyata itu menjadi pertanda buruk. Setelah setahun memegang posisi puncak di Kejaksaan Agung, Kamis pekan lalu, Rachman, sebagai jaksa karir berjam terbang selama 36 tahun, dianggap tak mampu menegakkan hukum antikorupsi.

Anggapan itu diutarakan oleh beberapa pengamat. Bahkan hampir 70 persen dari 302 responden jajak pendapat TEMPO menilai M.A. Rachman tak berhasil pada masa setahun pertamanya bertugas. Barangkali ukuran mencoloknya bisa ditilik dari pengusutan kasus korupsi dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sebanyak 52 kasus BLBI yang merugikan keuangan negara sampai Rp 130,6 triliun memang paling menggeramkan. Sebab, kasus BLBI telah memorak-porandakan fondamen ekonomi negeri ini, tapi pengusutannya di Kejaksaan Agung ternyata tak menunjukkan kemajuan berarti.

Tak cuma itu. Para penggarong uang negara yang tak perlu merasa takut dipenjarakan itu pun asyik saja berada di luar negeri. Contohnya apa lagi kalau bukan tiga tersangka kasus BLBI yang amat memprihatinkan, yakni Sjamsul Nursalim, Hendra Rahardja, dan Bambang Sutrisno.

Sjamsul dan Bambang dikabarkan dirawat di Singapura, sementara Hendra diberitakan sedang ditahan di Australia. Sepertinya aparat kejaksaan sulit menyeret mereka kembali ke Indonesia. Padahal pengacara mereka dan wartawan bisa menemui mereka. Bahkan mantan presiden Abdurrahman Wahid mengaku bertemu dengan Bambang Sutrisno.

Memang beberapa kasus korupsi BLBI diajukan jaksa ke pengadilan. Namun, di persidangan, ternyata jaksa acap menuntut koruptor BLBI dengan hukuman ringan alias tak lebih dari setahun penjara. Buntutnya, kasus BLBI dengan terdakwa mantan komisaris Bank Modern, Samadikun Hartono, dan kasus BLBI dengan terdakwa Direktur Kredit South East Asia Bank, Leo Andyanto, dijatuhi vonis bebas oleh hakim.

Gejala serupa terjadi pada berbagai kasus korupsi warisan Orde Baru (lihat Beberapa Kasus yang Mandek di Kejaksaan Agung). Malah pada kasus korupsi dana nonbujeter Bulog senilai Rp 40 miliar, dengan terdakwa Akbar Tandjung, Rahardi Ramelan, Dadang Sukandar, dan Winfried Simatupang, Kejaksaan Agung diduga tak hendak mengusut lebih lanjut ke mana sebenarnya dana korupsi itu mengalir. Padahal dana itu diduga bukan untuk proyek penyaluran sembilan bahan pokok, melainkan ke kas Golkar.

Tentu saja jajaran Kejaksaan Agung membantah keras serentet tudingan di atas. Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Udji Santoso, misalnya, menyatakan bahwa tak benar bila koleganya di bawah pimpinan M.A. Rachman dikatakan tak berbuat banyak dalam mengusut kasus korupsi, apalagi kalau dianggap sengaja memetieskan kasus-kasus korupsi. Untuk itu, Udji menyodorkan bukti-bukti…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

V
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14

Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…

H
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14

Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…

P
Peringatan dari Magelang
1994-05-14

Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…