Prof. Dr. Harun Alrasid: "saya Merasa Tak Dihargai"
Edisi: 14/30 / Tanggal : 2001-06-10 / Halaman : 110 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,
TOKOH-tokoh gugur di sekeliling Presiden Abdurrahman Wahid. Harun Alrasid adalah salah satunya-"ujung tombak" Presiden di tengah ancaman musuh-musuhnya dari parlemen. Dalam drama politik yang mengklimaks pekan lalu, di tengah turunnya maklumat, rumor tentang dekrit, dan perombakan kabinet, Harun mengundurkan diri dari jabatan penasihat hukum Presiden.
"Maklumat presiden adalah keputusan penting, tapi saya tidak dimintai pendapat apa pun," katanya.
Meski tidak akan banyak mempengaruhi lanskap politik, mundurnya Harun-seorang tokoh yang dikenal memiliki integritas tinggi-diperkirakan bakal menurunkan pamor politik Presiden Abdurrahman, pada saat dia paling membutuhkan sekarang ini. Bahkan, setelah mundur sekarang ini, Harun tetap berpandangan bahwa dua memorandum DPR-yang menusukkan sembilu ke jantung pemerintahan Abdurrahman-adalah "barang haram".
Lahir di Pendopo, Palembang, 6 Februari 1930, Harun memang dikenal sebagai pribadi yang lurus. Pada akhir 1999, Harun mengundurkan diri dari jabatan wakil ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan alasan lembaga itu telah berubah menjadi "superparlemen". Alasan lain adalah soal etika politik: partainya, Partai Umat Islam, tidak memperoleh kursi dari Pemilihan Umum 1999.
Harun juga orang yang berani. Pada 1972, sebelum ada orang yang secara terbuka mempersoalkan amandemen UUD 1945, Harun sudah mengangkatnya sebagai bahan perdebatan. Alhasil, Harun sempat menjadi orang yang masuk "daftar hitam" larangan diwawancara para wartawan selama Orde Baru.
Publik juga mengenalnya sebagai seorang yang sederhana. Harun memilih menggunakan kendaraan umum ke mana pun pergi, dengan alasan kepraktisan. Bahkan Harun menolak mobil jatah dari berbagai lembaga yang dia masuki-Universitas Indonesia, Departemen Keuangan, dan KPU.
"Saya memang belajar hidup sederhana dari kecil," kata dosen berjam terbang lima windu itu. Untuk membiayai kuliahnya dulu, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dia mencatat kuliah seorang profesornya, menstensilnya menjadi diktat, dan menjualnya.
Ayah delapan anak ini (lima dari Mardiani, istri terdahulunya yang telah meninggal, dan tiga dari istrinya sekarang, Bianca Yusuf) memperoleh doktor pada 1993. Dipromotori Prof. Dr. Ismail Suny dan Prof. Dr. Sri Soemantri (dua jagoan dalam hukum tata negara), Harun sukses mempertahankan disertasi berjudul Masalah Pengisian Jabatan Presiden. Dalam disertasi itu, Harun menyarankan masa jabatan presiden hanya sekali, tapi dalam jangka delapan tahun. Dua tahun kemudian, ia meraih gelar profesor…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…