Rizal Ramli: "kita Sedang Dibajak Oleh Kekuatan Lama"
Edisi: 13/30 / Tanggal : 2001-06-03 / Halaman : 40 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,
BERKEMEJA motif kotak-kotak cokelat dan bercelana pendek warna gelap, pagi itu Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli cerah wajahnya. Di tengah sarapan paginya-yang dilengkapi telur, sambal, lalap, tempe, tahu, paru goreng, dan buah-buahan-Rizal tak menampakkan diri terbebani sebuah pekerjaan berat, sebuah mission impossible, yakni membenahi ekonomi negeri ini, yang tengah sekarat. "Saya bosan serius terus," katanya.
Sejak diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menko Perekonomian pada Agustus 2000, pengagum fanatik Albert Einstein ini memang sudah dihadapkan pada banyak hambatan. Tersohor sebagai aktivis mahasiswa tahun 1970-an yang sempat ditahan pemerintah Orde Baru, dan mendapat gelar doktor di bidang ekonomi dari Universitas Boston, Amerika Serikat, Rizal melakukan sejumlah gebrakan.
Langkah pertama yang diayunkannya adalah menyusun program perbaikan ekonomi untuk persyaratan surat kesepakatan (letter of intent) dengan Dana Moneter Internasional (IMF), yakni 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi. Tapi, oleh beberapa pengamat ekonomi, program-program itu dinilai tidak menyodorkan sesuatu yang baru, yang mampu menciptakan stabilitas sektor finansial dan meningkatkan ekspor.
Baru melangkah sebulan bahkan sudah harus berselisih dengan IMF. Saat itu, pemerintah memutuskan soal penyelesaian utang Grup Texmaco senilai US$ 2,7 miliar. Kesepakatan restrukturisasi itu dinilai sebagai bailout (talangan utang) dan, karena itu, baik IMF maupun Bank Dunia mengirim surat protes. Rizal, sebaliknya, marah terhadap intervensi kedua lembaga keuangan internasional itu.
Langkah berikutnya tetap tidak mudah bagi Rizal. Kinerja ekonomi Indonesia kembali melemah pada akhir 2000-setelah sempat tumbuh 5 persen, dibandingkan dengan pertumbuhan 1 persen pada tahun sebelumnya. Menurut pengamat ekonomi Sadli, pertengkaran dengan IMF hanya memperburuk keadaan yang sudah diwarnai melemahnya kurs rupiah serta kepercayaan konsumen dan produsen akibat iklim politik yang tidak menentu. IMF menunda pencairan utang US$ 400 juta yang semestinya turun pada Desember 2000.
Pada tahun 2001, belum tampak tanda-tanda perbaikan ekonomi. Posisi Menteri Rizal bak berada di pinggir jurang. Bahkan, banyak kalangan mulai mencium bahwa lulusan Institut Teknologi Bandung itu harus berseberangan dengan kolega-koleganya, termasuk Menteri Keuangan Prijadi Praptosuhardjo.
Misalnya soal revisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Menteri Prijadi menilai kenaikan bahan bakar minyak (BBM) tak bisa ditunda, tapi Rizal berusaha menundanya. Menurut dia, kenaikan BBM itu akan berakibat sangat fatal dalam tensi politik yang kian tinggi. Menteri Rizal mengandalkan penerimaan dari sektor pajak, yang potensinya sekitar Rp 10 triliun, yang bisa digenjot untuk menambal defisit APBN sekitar Rp 35 triliun.
Menteri Rizal makin tampak "sendiri" setelah rapat menteri-menteri ekonomi dan keuangan dua minggu lalu menghadirkan "bintang tamu" Widjojo Nitisastro dan Emil Salim. Dua…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…