Setumpuk Buku, 30 Tahun Yang Lalu

Edisi: 21/31 / Tanggal : 2002-07-28 / Halaman : 63 / Rubrik : IQR / Penulis : Zulkifli, Arif , Arjanto, Dwi , Anom, Andari Karina


Lebih dari sekadar mencatat aktivitas parlemen, lahir dan matinya buku itu melukiskan hubungan buruk Ketua MPRS Abdul Haris Nasution dengan Soeharto. Juga, menggambarkan upaya Soeharto meneguhkan kekuasaannya pada periode 1966-1972—yang oleh sarjana Barat kerap disebut "kudeta merangkak".

Masa-masa buruk itu telah berlalu. Tapi pemusnahan buku, bagaimanapun, tetaplah sebuah tragedi.

TAK ada yang luar biasa pada buku itu. Sebuah buku tua yang, jika masih ada, telah berusia tiga dasawarsa, dengan lembar-lembar tulisan yang boleh jadi sudah menguning. Sampul depannya berwarna putih dengan cap Garuda Pancasila serta susunan huruf kaku berwarna biru.

Laporan Pimpinan MPRS Tahun 1966-1972, begitulah buku setebal 548 halaman itu bertajuk. Inilah buku yang merangkum pandangan dan kritik Abdul Haris Nasution (almarhum), Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) ketika itu, tentang kekuasaan Soeharto di awal Orde Baru—seputar tujuh tahun pertama masa kekuasaannya.

Tapi, pada 1972, sejarah buku itu ditutup. Pemerintah meminta dokumen itu dikumpulkan untuk dimusnahkan. Yang telanjur beredar ditarik dan orang yang membuatnya diinterogasi.

Saat ini hampir tak ada yang memiliki buku tua itu. Arsip Nasional tak lagi menyimpannya, begitu juga perpustakaan besar di universitas-universitas. "Arsip Nasional malah memintanya dari saya, sementara saya sendiri tak punya," kata Nyonya Nasution, istri Abdul Haris. "Saya hanya punya fotokopinya," kata Abdul Kadir Besar, 76 tahun, Sekretaris Jenderal MPRS periode 1966-1972. Sore itu, ketika ditemui di sebuah rumah di bilangan Menteng, Jakarta, matanya menerawang. Ia mengenang masa lalu.

Sejatinya ini sebuah kisah lama: sebuah cerita dari tiga dasawarsa lalu. Tapi, Mei silam, sebuah surat melayang ke meja Abdul Kadir Besar. Pengirimnya adalah University of Western Australia. Mereka meminta izin kepada Kadir untuk menerjemahkan beberapa tulisan dalam buku itu. Jika proyek penerjemahan itu terlaksana, sebuah catatan sejarah Indonesia bisa diselamatkan di luar negeri. Di dalam negeri, ia tak bersisa.

Kisah ini bermula pada 1971. Ketika itu, Nasution meminta Abdul Kadir membukukan semua dokumen tentang aktivitas parlemen Indonesia. Kadir membuat beberapa seri buku berdasarkan periode parlemen. Ada buku tentang rapat-rapat Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP).…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…