Sebuah Pelajaran Mahal Yang Menyakitkan

Edisi: 13/30 / Tanggal : 2001-06-03 / Halaman : 126 / Rubrik : EB / Penulis : Tanjung, Leanika , Taufiqurohman, M. , Cahyani, Dewi Rina


BANYAK orang yakin, sekarang ini Presiden Abdurrahman Wahid sedang menghitung hari akhir pemerintahannya. Tapi, justru pada masa-masa yang kritis itu, pemerintahannya mengeluarkan sejumlah kebijakan yang sangat tidak populer di mata rakyat. Mulai pertengahan Juni nanti, pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk masyarakat, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan barang mewah (PPn-BM) sejumlah barang, cukai rokok, tarif listrik, dan tarif telepon. Semua lapisan masyarakat akan terkena dampak kebijakan tersebut. Gebrakan ini agaknya memang tak terhindarkan karena pemerintah terdesak waktu untuk menutup defisit anggaran 2001.

Defisit anggaran 2001 memang mengerikan. Menurut Ketua Panitia Anggaran DPR RI, Abdullah Zainie, jika tidak ada revisi, defisit anggaran 2001 akan mencapai sekitar Rp 88 triliun atau enam persen dari produk domestik bruto (PDB). Setelah direvisi, defisitnya menjadi Rp 34 triliun (lihat tabel). Jelas, menutup defisit bukan pekerjaan mudah. Apalagi negara dan lembaga keuangan multilateral seperti Dana Moneter Internasional (IMF) yang selama ini menjadi kreditor Indonesia sudah menyatakan tak akan menambah lagi pinjamannya untuk menutup defisit. Mau tidak mau, Indonesia sendiri yang harus mencari jalan untuk memecahkan masalah ini. Jika ini tidak diatasi, pemerintahan bisa macet, gaji pegawai tidak terbayarkan, bank-bank tidak akan menerima bunga obligasi rekap, dan daerah akan menjerit menunggu dana alokasi umum (DAU).

Karena itu, sepertinya pemerintah tak punya pilihan lain. Kenaikan harga BBM untuk konsumsi masyarakat, yang sedianya baru Oktober mendatang, dimajukan menjadi pertengahan Juni. Selain itu, harganya akan dinaikkan 30 persen-sebelumnya hanya 20 persen. Tarif listrik juga akan dinaikkan per Juli sebesar 20 persen karena Pertamina memberlakukan harga solar 50 persen harga internasional bagi PLN. Yang mengejutkan, pemerintah juga menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12,5 persen. Tarif telepon pun naik 21,67 persen per…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…