Sinema Indonesia Baru: Menggeliat Setelah Mati Suri
Edisi: 12/30 / Tanggal : 2001-05-27 / Halaman : 59 / Rubrik : LAY / Penulis : Budiman, Irfan
MALAM hampir menelan Jakarta. Tetapi api di pucuk Monumen Nasional masih berpendar-pendar mem-bagi sisa-sisa cahayanya. Anak-anak muda itu toh masih belum kehabisan napas meski masih harus menyelesaikan sebuah adegan. Mereka pun bergerombol menyerbu lift kecil yang mengantarkannya ke langit. Sesaat kemudian, semua peralatan sudah digelar. Kamera siap rolling, sang bintang siap beraksi. Indra Yudhistira, sang sutradara, berteriak: action!
Sebenarnya, adegan ini cukup sederhana. Keinginan sutradara adalah merekam tokoh utamanya yang tengah mengamati puncak tugu itu. Namun, ternyata adegan itu harus di-ulang-ulang. Secara tak sengaja, kamera menangkap dua awak film yang seharusnya tak direkam dalam adegan. Kontan Indra menyemprot kedua orang krunya itu. "Aduh, kamu kok ke situ sih, minggir dong." Seperti tak punya dosa, sepasang kru itu cuma cengar-cengir.
Peristiwa itu bukan terjadi dalam sebuah latihan pembuatan film untuk remaja, melainkan dalam syuting film Jakarta Project, yang beberapa pekan silam ditayangkan di bioskop. Ini memang menggelikan tetapi harus dimaklumi. Para awak film itu bukan warga film profesional yang sudah memahami seluk-beluk teknis pembuatan sebuah film. Jangankan pengalaman, barangkali baru pada saat itulah mereka pertama membuat film yang sesungguhnya.
Semangat dan rasa geram itu telah melempar mereka ke dunia film. Anak-anak muda ini adalah penggila film, Hollywood tentu saja. Mereka ingin membuat film. Mereka geram karena film Indonesia masih terus mati suri dan pada saat bersamaan film impor Hollywood terus menggasak. Daripada menanti kebangkitan film Indonesia yang entah kapan tiba, mereka pun potong kompas: membuat film sendiri. Soal kualitas jadi urusan belakang. Maka, tak mengherankan jika film Jakarta Project ini dimulai dari sebuah perbincangan seru para anggota mailing-list Indomovie. Inilah mailing list para movie-gig alias penggila atau penikmat film, sineas, kreator film yang berdiskusi, berbicang, berdebat, dan bertukar info.
Mungkin benar bahwa perfilman Indonesia tengah menggeliat. Keberanian para sineas baru ini tentu tak lepas dari pengaruh maraknya film Indonesia. Dalam dua tahun terakhir telah lahir beberapa film yang membetot perhatian. Sebut saja Petualangan Sherina (2000), yang berhasil meraih satu setengah juta penonton Indonesia. Ditambah pula dengan munculnya film digital garapan Rudy Soedjarwo, Bintang Jatuh (2000) dan Tragedy (2001), yang melecutkan keberanian sutradara muda untuk membuat film.
Selain itu, kegairahan ini juga ditunjang oleh lahirnya kantong-kantong film. Sebut saja Ruang Tengah Ardan di Bandung, dan Teater Utan Kayu, Bentara Budaya, hingga Sinemensa (ketiganya di Jakarta). Ada juga kalangan yang tidak mau berhenti di situ. Pop Corner, misalnya. Kelompok penggila budaya populer ini melangkah lebih jauh. Beberapa kali mereka meneyelenggarakan lokakarya pembuatan film bagi anak-anak sekolah menengah atas dan pertama di beberapa tempat. Hasilnya tidak mengecewakan. Film Sudah Sore Sebentar Lagi Jam Lima, Cepat Pulang, karya anak-anak SMU Gonzaga Jakarta, berhasil menampilkan sebuah potret film remaja yang cukup segar.
Di kubu lain, ada Komunitas Film dan Video Independen atau yang biasa disingkat menjadi Konfiden. Kelompok yang terdiri dari mahasiswa ini telah dua kali mengadakan festival film dan video independen. Kegairahan ini terasa semakin komplet dengan kehadiran Jakarta International Film Festival (Jiffest), yang sudah diselenggarakan kedua kalinya dan selalu kebanjiran penonton.
Yang menggembirakan, jaringan bioskop 21, yang semasa Orde Baru terkesan begitu enggan menayangkan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…