Tentang Suara Dari Sebuah Masa

Edisi: 22/32 / Tanggal : 2003-08-03 / Halaman : 80 / Rubrik : IQR / Penulis : Chamin, Mardiyah, Wiyana, Dwi, Cahyani, Dewi Rina


BANGUNAN kuno bukan sekadar batu-batu tegak tanpa nyawa. Mereka menyerukan kondisi zaman yang telah lama berlalu. Seruan itulah yang mestinya terpancar dari rumah-rumah ibadat tua yang terselip di belantara Jakarta.

Sebagian kecil bangunan, misalnya Gereja Sion Portugis, masih terkesan kencang menyerukan kegagahan masa silam. Sebagian yang lain, misalnya Masjid Jami As-Salafiyyah, justru bergeser menjadi bangunan modern tanpa karakter yang kukuh. Pamor masa lampaunya telah padam lantaran ketidakpedulian, renovasi yang kelewat agresif, atau menyerah kalah dihantam laju pemekaran kota.

Berikut ini sebagian reportase rumah ibadat tua yang dirangkum tim TEMPO.

* Temboknya Direkat Putih Telur

MATAHARI bersinar terik di atas kepala. Jarum jam menunjuk ke angka 11.30. Pada hari yang sibuk itu, Jalan Raya Pangeran Jayakarta riuh-rendah oleh bising kendaraan. Angkutan umum berebut penumpang. Taksi dan mobil pribadi berseliweran di kanan-kiri persilangan Jalan Pangeran Jayakarta dan Mangga Dua Raya, tempat Gereja Sion itu berdiri. Tapi, di dalam rumah ibadat berbentuk kubus dengan daun jendela lebar di dua sisinya itu, dunia seakan berhenti bergerak.

Waktu tak beringsut. Memang, atap asli yang terbuat dari sirap sudah berganti dengan genting merah bata sejak tahun 1800. Terakhir, pada tahun 2000, genting tersebut dicuci dan dicat ulang. Menurut Hadi Kusumo, Kepala Kantor Gereja Sion, dua tahun sekali kini Dinas Kebudayaan mengecat tembok gereja. Di samping itu, ketika kekuasaan Belanda berakhir di negeri ini, gedung itu berganti nama pada 1951: dari De Nuiwe Portugessche Buiten Kerk—Gereja Portugis, sebutan pendeknya—menjadi Gereja Sion. (Sion sebuah bukit yang disucikan umat Protestan di Yerusalem. Nama ini diberikan Pendeta Charles Puire, yang pernah aktif di sana dari 1942 hingga 1982.)

Tapi bangunan besar yang terletak di tengah-tengah tanah 6.725 meter persegi itu rupanya tak banyak berubah. Ada kesinambungan waktu, ada pula sejuta kisah dari zaman lampau, dari kisah pembangunan yang heroik, kemegahan arsitektur, hingga kiat bertahan di tengah laju modernisasi kota. Ya, sebuah perjalanan panjang dari sebuah pondok terbuka yang digunakan umat Katolik pada 1696—umumnya mereka tawanan yang dibawa ke Batavia oleh perusahaan dagang Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) setelah jatuhnya kekuasaan Portugis di India, Malaya, Sri Lanka, dan Maluku.

Bekerja sama dengan Ewout Verhagen, saudagar dari Rotterdam, VOC membangun pondok itu. Rancangan bangunan ini sungguh spektakuler. Sepuluh ribu dolken atau kayu balok bundar digunakan sebagai fondasi. Lantainya dari batu granit, sedangkan tembok sekelilingnya terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan adonan pasir, kapur, putih telur—entah berapa puluh ribu butir telur yang dibutuhkan—dan cairan gula yang tahan panas. Itulah sebabnya, saat Gunung Krakatau meletus pada 1883, bangunan ini tetap kukuh berdiri.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…