Muhammad Cholil Bisri: "janganlah Megawati Dipilih Lagi"
Edisi: 19/31 / Tanggal : 2002-07-14 / Halaman : 42 / Rubrik : WAW / Penulis : Prasetya, Adi , Rulianto, Agung , Sudarsono, Gendur
ORANG gampang mengenali wajah K.H. Muhammad Cholil Bisri karena tanda khasnya. Sebuah tahi lalat hampir sebesar gundu setia menempel di pipi kirinya. Pengasuh Pesantren Roudlatut Thalibin di Rembang, Jawa Tengah, ini tidak mau mengoperasinya karena andeng-andeng itu bisa menyedot rasa simpati dan membuat orang lain senang.
Buktinya? Setiap ia menggendong cucunya, si kecil selalu mengelus tahi lalat itu dengan kegirangan. "Dia juga memencet sambil berteriak, 'Tin-tin-tin...,' seolah sedang menekan tombol klakson," ujar lelaki 60 tahun itu sambil ngakak.
Kiai sekaligus politisi yang satu ini memang dikenal suka bercanda. Dia bisa menyikapi berbagai keganjilan politik di negeri ini, termasuk di partainya sendiri, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dengan cara guyonan. Mungkin karena gayanya ini pula sebulan silam ia di-dorong oleh para politisi muda PKB menjadi Wakil Ketua MPR.
Misi yang dibebankan ke politisi kawakan ini lumayan berat. Ia diharapkan bisa membangkitkan lagi kegairahan politik kalangan PKB, yang sempat anjlok setelah Abdurrahman Wahid dilengserkan dari kursi presiden setahun lalu. Orang PKB juga ingin agar dia bisa bermain cantik pada Sidang Tahunan MPR, Agustus mendatang, dan men-jelang Pemilu 2004.
Sang Kiai seolah harus turun gunung lagi. Soalnya, kendati pernah lama berkiprah di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), lalu ikut membidani kelahiran PKB, belakangan Cholil Bisri lebih suka mengurus pesantren. Sebagai anggota Fraksi PKB di parlemen, ia pun jarang muncul di Senayan. "Orang tidak tahu, ngopeni (mengurus) para santri itu nikmatnya luar biasa," ujarnya sambil mengisap rokok kreteknya dalam-dalam.
Hanya, naluri politiknya mulai meletik lagi setelah ia sering datang ke Jakarta. Ketika meresmikan rumah dinasnya di kawasan Slipi, Jakarta Barat, akhir Juni lalu, ia hampir bisa mempertemukan Abdurrahman Wahid dan Amien Rais. Tapi rancangan ini gagal karena Amien tiba-tiba berhalangan datang. Boleh jadi gara-gara belum ada deal. "Mungkin benar kata Gus Dur, harganya belum cocok," kata Kiai Cholil sambil tersenyum.
Tak lama berselang, publik lalu dikagetkan dengan manuver Cholil Bisri dan orang-orang PKB di parlemen. Dalam rapat pleno penentuan pembentukan panitia khusus (pansus) kasus Bulog II, tiba-tiba para politisi PKB menjadi melempem. Padahal dulu mereka paling getol menggelindingkan usulan ini. Akibatnya, rencana pembentukan pansus pun kandas.
Ada apa? Benarkah partai ini mulai bermain mata dengan PDIP dan Golkar? Lalu ke pihak mana PKB akan berkoalisi menjelang Pemilu 2004 nanti?
Kepada wartawan TEMPO Adi Prasetya, Agung Rulianto, dan Gendur Sudarsono serta fotografer Bernard Chaniago, pekan lalu ia membeberkan sikapnya secara gamblang. Dalam wawancara di kantornya di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, sang Kiai tak jarang mengeluarkan guyonan segar yang mengundang tawa. Petikannya:
Mengapa dari 52 anggota PKB cuma sekitar 19 orang yang hadir dalam rapat penentuan pansus kasus Bulog II baru-baru ini?
Alasan ketidakdatangan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…