Dalam Sangkar Emas Republik

Edisi: 25/32 / Tanggal : 2003-08-24 / Halaman : 50 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : Suyono, Seno Joko , Chamim, Mardiyah, Patria, Nezar


RUMAH itu besar, juga megah. Letaknya di sebuah jalan di kawasan Tomang, Jakarta Barat. Pagarnya putih dengan gerbang besi yang selalu mengatup. Halamannya luas dengan bunga yang bermekar-mekar. Di ruang tengah ada televisi besar, tapi jarang dinyalakan, ditemani sebuah radio transistor. Seperti sebuah kuburan besar, rumah itu senyap siang malam.

Penghuninya adalah seorang pria yang sudah uzur yang kesepian. Dialah Teungku Daud Beureueh, tokoh pergerakan kemerdekaan Aceh yang namanya melegenda itu. Abu Daud, begitu ia biasa disapa, "disimpan" di bangunan itu dari tahun 1978 hingga 1982.

Tadinya Daud adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Pernah pula ia menjadi Gubernur Aceh. Tapi ia lalu merasa disepelekan Jakarta, sewaktu daerah kelahirannya itu dilebur dengan Sumatera Utara pada 1953, dalam periode Perdana Menteri Mohammad Natsir.

Penggabungan itu secara tak sopan memecat sang Teungku dari jabatannya—sesuatu yang bukan saja amat menghina Daud Beureueh, tapi juga melukai hati kebanyakan orang Aceh. Dan luka kian menganga ketika rakyat menganggap para petinggi Tentara Nasional Indonesia yang bertugas di Aceh saat itu berhaluan kekiri-kirian. Republik pun kian terasa jauh dari Serambi Mekah.

Bagi Daud Beureueh, segala kekecewaan itu hanya punya satu jalan keluar: merdeka. Karena itu, setelah tak lagi menjadi gubernur, dari Banda Aceh ia balik ke Kampung Usi, Kecamatan Beureunen, sekitar 15 kilometer dari Sigli, ibu kota Kabupaten Pidie. Sebentar saja ia telah menghimpun kekuatan, lalu memimpin perlawanan gerilya melawan serdadu Indonesia.

Sembilan tahun ia berjuang habis-habisan di hutan, tapi "jalan keluar" itu tak kunjung dapat dijejakinya. Lelah berperang, pada 1962 ia lalu menerima tawaran damai pemerintah Indonesia, dan turun gunung pada tahun itu juga. Sebagai imbalan, Jakarta berjanji memberlakukan syariat Islam di Aceh.

Dari gunung ia kembali ke kampung, dan menetap di sebuah bilik di samping masjid di desanya. Menjadi imam di situ, pengaruh Daud Beureueh kian dalam merasuk ke hati rakyat.

Profesor Nazaruddin Sjamsuddin, pakar politik yang pernah menulis buku Pemberontakan Kaum Republik: Kasus Darul Islam, punya cerita bagaimana rakyat amat menghormati figur karismatis…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Merebut Kembali Tanah Leluhur
2007-11-04

Jika pemilihan presiden dilakukan sekarang, megawati soekarnoputri akan mengalahkan susilo bambang yudhoyono di kota blitar.…

D
Dulu 8, Sekarang 5
2007-11-04

Pada tahun pertama pemerintahan, publik memberi acungan jempol untuk kinerja presiden susilo bambang yudhoyono. menurut…

Sirkus Kepresidenan 2009
2007-11-04

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, email membawa informasi dari kakak saya. dia biasa menyampaikan bahan…