Misteri Pol Pot Atau Saloth Sar

Edisi: 42/22 / Tanggal : 1992-12-19 / Halaman : 51 / Rubrik : BK / Penulis : FS


POL Pot adalah nama revolusioner. Saloth Sar adalah nama sebenarnya. Pada
tahun 1976, Saloth Sar mengikuti langkah sejumlah pemimpin komunis dunia,
termasuk Lenin, Stalin, Tito, dan Ho Chi Minh: mengubah nama asli. Sementara
para pemimpin komunis lain mengubah nama untuk mengecoh polisi saat bergerak
di bawah tanah, Saloth Sar punya maksud lain. Ia tak perlu sembunyi dari
polisi karena ketika itu dialah yang berkuasa. Jadi, mungkin ia mengganti nama
untuk menyembunyikan masa lalu dirinya dari bangsa yang akan dipimpinnya. Nama
yang dipilihnya cuma nama kebanyakan dalam masyarakat Khmer, dan tak punya
arti apa pun.

; Sebenarnya sudah sejak tahun 1950-an Saloth Sar suka main rahasia-rahasiaan.
Pada tahun-tahun pertama ia berkuasa, para pengamat menghabiskan waktu lebih
dari setahun untuk mengidentifikasi Pol Pot sebagai bekas guru bernama Saloth
Sar, yang menjabat ketua Partai Komunis Kamboja sejak tahun 1960. Baru pada
1979, setelah didepak dari panggung kekuasaan, Pol Pot mengakui bahwa nama
aslinya Saloth Sar.

; Kegelapan identitas Pol Pot menyebabkan kerancuan tanggal kelahiran yang
sebenarnya. Siaran radio Korea Utara tahun 1977 (sebelum para pengamat
berhasil mengidentifikasi Pol Pot sebagai Saloth Sar) menyebut Pol Pot lahir
tahun 1925. Tapi menurut catatan pemerintahan kolonial Perancis di Kamboja,
Saloth Sar lahir 25 Mei 1928.

; Orang tua Saloth Sar asli orang Khmer. Ia lahir di Dusun Presk Sbauv di
Provinsi Kompong Thom, 90 km utara Phnom Penh. Pen Saloth, ayahnya, seorang
petani kaya pemilik sembilan hektare sawah, sejumlah besar ternak, dan rumah
megah untuk ukuran desa. Sok Nem, ibu Saloth Sar, dihormati warga kampungnya
karena kedermawanannya. Sar anak kedelapan dari sembilan bersaudara. Cuma lima
dari sembilan bersaudara itu bertahan hidup sampai dasawarsa 1990.

; Yang membedakan keluarga Saloth Sar dengan warga Dusun Presk Sbauv yang lain
adalah hubungannya dengan istana kerajaan di Phnom Penh. Meak, seorang sepupu
Sar, menjadi penari kerajaan pada tahun 1920-an, dan kemudian menjadi selir
raja Khmer Sisowath Monivong. Karena itulah pada tahun 1934 atau 1935, saat
Sar berusia 6 tahun, ia dan seorang abangnya dikirim ke Phnom Penh dan tinggal
dengan seorang selir raja. Sebelumnya Loth Suong, abang sulung Sar, sudah
bekerja di istana sebagai juru tulis.

; Sar mungkin lebih suka kehidupan di kampung yang bebas, ketimbang dibesarkan
oleh kerabat yang sibuk di ibu kota. Tapi sudah menjadi kebiasaan tradisional
masyarakat Khmer, kerabat yang kaya ikut membesarkan sanak mereka. Secara tak
resmi, Sar diangkat anak oleh Meak, sepupunya yang menjadi selir raja itu. Sar
tak pernah menyinggung hubungannya dengan pihak kerajaan atau kehidupannya di
lingkungan istana. Ia cuma menekankan asal-usulnya sebagai petani. Sikap ini
bisa jadi sesuai dengan citra yang ingin ditampilkannya.

; Segera setelah tiba di ibu kota, Sar selama beberapa bulan masuk Vat Botum
Vaddei, biara Budha dekat istana dan yang disukai keluarga kerajaan. Sebagai
anak dusun yang terbiasa bebas, mungkin Sar agak trauma dengan kehidupan
disiplin dalam biara, meskipun di situ banyak juga bocah lain yang berkepala
licin dan berseragam jubah kuning. Di biara inilah Sar jadi melek huruf Khmer
dan mempelajari ajaran Budha. Ironis memang, untuk seorang ateis dan yang
sangat anti segala yang berbau asing, periode singkat di biara inilah
satu-satunya pendidikan formal yang dijalaninya, di mana bahasa Khmer menjadi
bahasa pengantar, dan selebihnya digunakan bahasa Perancis.

; Menurut abang sulung Sar, Loth Suong, sang adik selagi bocah berwatak baik
dan sopan. Selagi di sekolah dasar, Sar tak pernah bertengkar apalagi
berkelahi dengan sesama murid. Pendeknya, orang yang bertemu dengan Sar, yang
berpribadi tertutup tapi bersifat baik, setelah ia dewasa sulit membayangkan
perilaku kejam yang dilakukannya pada tahun 1970-an. Meminjam kalimat Loth
Suong, abangnya, "Pot yang dibenci itu tadinya anak yang menyenangkan."

; Sar tumbuh dewasa di Phnom Penh di tahun 1930-an. Mudah membayangkan hidup Sar
ketika itu: dalam lingkungan istana, bermain dekat panggung di malam purnama,
di mana saudara sepupunya, sang selir raja, mengajar sejumlah penari wanita,
termasuk adik perempuan Sar. Pada masa pemerintahan Raja Monivong itu, para
selir dan keluarga kerajaan tinggal di lingkungan istana.

; Di sisi lain, kehidupan penari istana, kecuali mereka yang kemudian terpilih
menjadi selir, adalah kehidupan pengabdian dengan imbalan terbatas: kehidupan
seadanya yang menyerupai kehidupan militan komunis yang dilakoni Sar setelah
tahun 1953. Tak diketahui kenangan apa yang berkesan pada Sar tentang
kehidupan di istana, saat ia naik panggung kekuasaan. Dalam pemerintahan Khmer
Merah, kebijaksanaan yang diambilnya mencerminkan kebencian mendalam pada
ketidakadilan yang dihadapi masyarakat Kamboja sehari-hari. Bisa jadi yang ada
dalam kepala Pol Pot, salah satunya, adalah kehidupan prihatin para penari
kerajaan itu tadi.

; Sebagai bocah yang pernah hidup di lingkungan istana, Sar tentunya mengetahui
kebesaran kerajaan Khmer di masa silam. Tak jauh dari rumah Meak di istana,
berdiri museum arkeologi Khmer. Di sini tersimpan banyak peninggalan, termasuk
yang dari candi megah Angkor Wat, candi yang dibangun tahun 1200 untuk
menghormati raja Kamboja. Sar pasti lebih dari sekali bermain ke museum itu.
"Jika rakyat kita mampu mendirikan Angkor," kata Pol Pot tahun 1977," kita
bisa membuat apa saja."

; Selagi tumbuh besar, Sar mungkin melihat kesenjangan antara kebesaran Angkor
Wat dan bilik-bilik kumuh para penari istana, antara "raja dewa" kerajaan
Angkor dan raja tahun 1930-an yang kerap mengenakan seragam militer Perancis,
dan yang cuma berkuasa atas beberapa hektare wilayah di luar kompleks istana.

; GERAKAN NASIONALISME

; Ketika Saloth Sar mulai masuk sekolah dasar, tiga pemuda Kamboja diberi izin
oleh pemerintah kolonial Perancis menerbitkan koran berbahasa Khmer bernama
Nagara Vatta (Angkor Wat). Koran semacam ini adalah koran pertama dalam
sejarah Kamboja. Nagara Vatta menurunkan laporan kehidupan elite Kamboja, dan
dalam editorialnya mengajak bangsa Kamboja untuk "bangkit" dan mengejar
kemajuan etnis Cina dan Vietnam yang mendominasi sektor ekonomi Kamboja.

; Selama tahun 1936-1942, masa hidup koran Nagara Vatta, Saloth Sar belajar di
Ecole Miche, sekolah Katolik dekat istana. Tentunya, uang sekolahnya dibayar
oleh Meak, saudara sepupunya yang menjadi ibu angkatnya itu. Kebanyakan murid
di sana anak-anak birokrat Perancis atau bangsa Vietnam beragama Katolik.
Salah seorang di antara mereka mengenang Sar sebagai "anak yang ramah,
seperti ibu (angkat)nya". Di sekolah inilah Sar melek bahasa Perancis,
berkenalan dengan doktrin Kristen, dan mendapat pendidikan klasikal. Dalam
tahun akhir di sekolah dasar ini, sejumlah peristiwa terjadi dan mengubah
sejarah Kamboja dan mempengaruhi karier Sar di kemudian hari.

; Peristiwa pertama, perang Perancis-Thailand tahun 1940-1941. Perancis keok,
dan wilayah barat daya Kamboja (Provinsi Battambang dan Siem Reap) diduduki
oleh Thailand. Hilangnya banyak wilayah Kamboja ini membuat berang dan
sakitnya Raja Monivong, yang lalu menolak berbahasa Perancis sampai akhir
hidupnya di tahun 1941. Perancis lalu menunjuk cucu raja, Pangeran Norodom
Sihanouk, sebagai raja Kamboja.

; PINDAH KE KOMPONG CHAM

; Pangeran Norodom Sihanouk pun menjadi boneka Perancis. Untuk mendukung raja
muda ini, Perancis mendirikan sekolah menengah (kolese) di Kompong Cham, kota
ketiga terbesar di Kamboja. Sekolah baru ini untuk menggantikan kolese sejenis
di Battambang. Kompong Cham, yang ekonominya didominasi oleh kaum Cham
(minoritas Cina dan Vietnam), merupakan provinsi paling kosmopolitan di
Kerajaan Kamboja.

; Dua puluh pemuda dari berbagai wilayah Kamboja dipilih untuk duduk di bangku
pertama Kolese Norodom Sihanouk pada tahun 1942. Saloth Sar terpilih mewakili
Provinsi Kompong Thom. Tak diketahui kapan persisnya Sar pindah ke Kompong
Cham. Jadi tak diketahui pula apakah Sar menyaksikan demonstrasi besar
anti-Perancis di Phnom Penh, yang menyulut gerakan nasionalisme Kamboja.
Demonstrasi itu merupakan peristiwa politik paling penting di Kamboja pada
tahun 1940-an.

; Di Kolese Sihanouk, semua murid dilarang berbahasa lain kecuali Perancis.
Mereka belajar sastra, sejarah, matematika, geografi, filsafat, sepak bola,
dan bola basket. Juga belajar musik (Sar kebagian menggesek biola) dan bermain
drama di panggung. Salah seorang rekan Sar sekelas adalah Khieu Samphan.
Sebagai pelajar, Khieu Samphan, yang dikemudian hari menjadi salah satu tokoh
Khmer Merah, dikenal cerdas dan ambisius. Sar sendiri dikenang oleh
rekan-rekan sekolah itu sebagai siswa yang sedang-sedang saja. "Sikapnya
tegas, menyenangkan, dan sangat santun," kata salah seorang bekas pelajar
Kolese Sihanouk. Yang lain mengingat Sar sebagai murid yang "banyak berpikir,
sedikit bicara". Ada juga yang mengenang kesukaan Sar bermain basket: "Ia
bermain bagus, tapi tidak…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

T
Tamparan untuk Pengingkar Hadis
1994-04-16

Penulis: m.m. azami penerjemah: h. ali mustafa yakub jakarta: pustaka firdaus, 1994. resensi oleh: syu'bah…

U
Upah Buruh dan Pertumbuhan
1994-04-16

Editor: chris manning dan joan hardjono. canberra: department of political and social change, australian national…

K
Kisah Petualangan Wartawan Perang
1994-04-16

Nukilan buku "live from battlefield: from vietnam to bagdad" karya peter arnett, wartawan tv cnn.…