Polisi-tentara Di Simpang Sejarah

Edisi: 04/30 / Tanggal : 2001-04-01 / Halaman : 27 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Dharmasaputra, Karaniya , Prabandari, Purwani Dyah , S., Endah W.


SEJARAH kepolisian negeri ini selalu terombang-ambing dalam persoalan rivalitasnya dengan kalangan militer. Yang menarik, fenomena itu justru terjadi setelah kemerdekaan. Di era kolonial, sebagaimana ditulis pengamat militer Robert Lowry dalam bukunya The Armed Forces of Indonesia (1996), kedua kesatuan itu justru menduduki tempatnya masing-masing dengan pas. Seperti di Barat sekarang pada umumnya, kala itu militer dan polisi berbagi wewenang secara sangat jelas.

Pada masa penjajahan Belanda, struktur kepolisian punya dua tangan. Yang satu adalah kepolisian umum, yang bertanggung jawab atas penegakan hukum. Yang lain adalah brigade mobil (brimob), kesatuan elite yang bertugas mengawal keamanan dalam negeri.

Kala itu, brimob cuma terdiri atas unit-unit kecil. Masing-masing berisi 7-8 personel, satuan itu berada di bawah kendali pemerintah daerah. Brimob dirancang untuk mengatasi berbagai ancaman keamanan yang tak bisa ditangani polisi umum. Militer (KNIL) memang terkadang diundang ikut berperan, tapi itu jika sebuah gejolak sudah sedemikian gawat dan luas. Setelah rusuh bisa dipadamkan, para serdadu pun kembali ke barak.

Tapi itu dulu. Setelah kemerdekaan, muncul kompetisi yang lebih keras antara polisi dan militer. Pertentangan tajam muncul dalam menentukan siapa yang mesti menangani urusan keamanan internal. Militer merasa paling berhak karena merekalah yang juga merasa punya jasa mengusir penjajah semasa revolusi. Mereka meragukan kemampuan polisi. Juga mencurigai loyalitasnya karena lama berada di bawah struktur pemerintahan kolonial.

Sebagaimana tercatat dalam laporan International Crisis Group (ICG) berjudul Indonesia: National Police Reform tanggal 20 Februari lalu, di masa revolusi, polisi memang terpecah. Sebagian besar bergabung dengan Republik, sebagian lainnya memilih berkolaborasi dengan pemerintah Belanda,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…