Ario Wowor: "haji Masnuh Harus Terbuka Soal Zakat Brunei"

Edisi: 05/30 / Tanggal : 2001-04-08 / Halaman : 38 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


MEREKA dengan tulus ikhlas memberikan, di sini digunjingkan, dijadikan skandal, bahkan masuk ke memorandum.

Pentas itu terjadi pekan lalu. Di hadapan ratusan anggota dewan yang memenuhi ruang Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Baharuddin Lopa, membacakan naskah 16 halaman. Mewakili Presiden Abdurrahman Wahid yang duduk dengan mata terpejam di atas panggung, ia menyampaikan jawaban memorandum dengan suara lantang. Peristiwa itu membuka kembali ingatan orang pada dua hal yang menyeret Abdurrahman ke panggung sidang paripurna itu: skandal Bulog dan sumbangan Sultan Brunei.

Dua skandal itu menyangkut uang. Dari segi jumlah, uang yang dipersoalkan dalam kasus Brunei "cuma" Rp 14 miliar-lebih kecil daripada penyalahgunaan dana Bulog yang mencapai Rp 35 miliar. Tapi kasus ini menjadi unik karena uang yang dipersoalkan adalah derma dari keluarga Kesultanan Brunei sebesar US$ 2 juta (setara dengan Rp 14 miliar, dengan kurs Rp 7.000, ketika dana itu ditransfer pada 1999). Nama Presiden Abdurrahman muncul dalam kasus ini karena dialah yang menganjurkan agar Haji Masnuh yang menangani bantuan itu. Abdurrahman memang sudah lama mengenal pengusaha dan juga bendahara Nahdlatul Ulama tersebut.

Sosok penting lain di balik dana dari Brunei itu adalah Ario Wowor, seorang pengusaha sepatu yang sudah lama bersabahat dengan keluarga Kerajaan Brunei. Putra Mahkota Kerajaan Brunei, Pangeran AlMuhtadee Bilah, adalah salah satu kenalan dekatnya. Pertalian mereka terjalin saat Ario belajar di London pada akhir 1980-an. Jauh sebelum itu, Ario telah membuka hubungan bisnis dengan beberapa anggota keluarga kerajaan. Hubungan baik ini, antara lain, melahirkan dana bantuan di atas. "Pihak keluarga istana memberikan dana ini untuk tujuan kemanusiaan di Indonesia. Bukan untuk negara atau Presiden," ujarnya kepada TEMPO.

Ario Wowor pula yang kemudian menjadi penghubung antara Masnuh dan keluarga Kerajaan Brunei. Tapi bantuan itu langsung ditransfer ke rekening Haji Masnuh di BNI 1946. Jadi, yang memegang kunci rahasia kasus Brunei, menurut Ario, adalah Masnuh. "Ia yang tahu secara detail penggunaan uang itu," ujarnya kepada TEMPO.

Lahir di Poso, Sulawesi Utara, 46 tahun silam, Ario Wowor tumbuh di lingkungan keluarga kelas menengah. Ketika masa remaja tiba, ia datang ke Jakarta untuk menimba ilmu. Setelah menyelesaikan studi teknik elektro di Universitas Trisakti dan lulus pada 1982, ia tertarik untuk terjun ke dunia usaha. Sempat mencoba beberapa bidang, akhirnya Ario serius menekuni industri sepatu dan memiliki ribuan karyawan.

Sejak beberapa bulan lalu, kesibukannya terusik gara-gara derma dari Sultan Brunei itu menjadi persoalan politik. Ia dikejar-kejar wartawan, dipanggil Tim Pansus Bulog, sampai-sampai diminta muncul di televisi untuk dialog interaktif. Tak sedikit pula yang memintanya menjadi "pemandu" untuk mendapatkan dana dari Sultan Brunei Darussalam. "Saya terima semua itu sebagai konsekuensi," ujarnya.

Dalam jawaban Presiden di DPR, nama Ario Wowor disebut hingga belasan kali. Tak mengherankan bila Kamis sore pekan lalu, ia perlu menggelar konferensi pers. Penjelasan Presiden, katanya, seharusnya menjadi momentum yang pas untuk menyelesaikan semua kekisruhan politik, termasuk pro…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…