Fridolin Ukur: "pembunuhan Seabad Lalu Terulang"

Edisi: 04/30 / Tanggal : 2001-04-01 / Halaman : 42 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


MUSYAWARAH Damai Anak Bangsa di Kalimantan-sebuah pertemuan rujuk suku Dayak dan Madura yang bertikai-berlangsung di Jakarta pekan silam. Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri hadir dalam acara di NAM Center, Kompleks Pekan Raya, itu dan memberikan pidato. "Dendam tidak akan berakhir bila masyarakat tidak menghayati setiap kejadian dengan baik dan tulus," ujarnya. Megawati menyerukan agar pertemuan hari itu menjadi upaya dari sebuah langkah penyelesaian.

Fridolin Ukur, satu dari sedikit ahli tentang Dayak, menyaksikan acara itu di televisi. Kepada TEMPO ia menyatakan, "Pertemuan formal seperti itu adalah langkah awal yang baik karena menunjukkan komitmen pemerintah, tapi tidak akan berarti tanpa suatu penyelesaian konkret di Sampit dan daerah pertikaian lainnya di Kalimantan."

Sampit harus ditempuh sejauh 600 kilometer dari Tamianglayang, Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Selatan, tempat Pak Ukur-begitu ia biasa disebut-lahir 71 tahun silam. Namun, dinamika hidup antar-etnis di ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur itu adalah hal yang bisa ditemukan pula di Tamianglayang. "Percampuran antara etnis Dayak dan Madura adalah fenomena yang bisa disaksikan di berbagai wilayah Kalimantan," kata Fridolin. Doktor teologi ini termasuk salah satu tokoh Dayak yang banyak diminta pemerintah untuk memberikan masukan bagi penyelesaian tragedi berdarah yang pecah di pulau itu sejak dua tahun silam.

Menurut Fridolin, apa yang terjadi di Sambas dan Sampit adalah borok lama yang tinggal menanti saat untuk pecah. "Inilah hasil perlakuan tidak adil sebuah rezim yang berkuasa begitu lama: Orde Baru." Ketidakadilan dalam pemerataan ekonomi-termasuk antara kaum pendatang dan penduduk setempat-menurut Fridolin, secara tidak langsung menjadi salah satu penyebab laten pertikaian kedua suku itu.

Ketika dendam dalam sekam itu akhirnya membakar Sampit, Februari silam, Fridolin terbang ke Palangkaraya. Bersama beberapa tokoh Dayak perantauan, ia bertemu dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Surojo Bimantoro-untuk memberikan sejumlah masukan yang berkaitan dengan perang etnis itu. Tokoh Gereja Kalimantan Evangelis ini juga hadir di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dua pekan lalu. Bersama serombongan delegasi orang Dayak, Fridolin menyampaikan agar konflik antar-etnis ini diselesaikan dengan merunut akar masalah-bukan cuma melihat permukaan soal.

Sebagai pemuka agama, Fridolin memang mendapat banyak kesempatan menyerap aneka suara dan kegelisahan masyarakat bawah. Ia lahir dari suatu keluarga terpandang dari suku Dayak Menyaan. Kakeknya, Temanggung Djaja Karti Anom Albert Blantan, adalah Ketua Suku Dayak Menyaan-seorang pemuka adat dan tokoh masyarakat yang progresif. Fridolin menghabiskan masa kanak-kanaknya di tepi Sungai Sirau-anak Sungai Barito-dan menghabiskan masa remajanya di antara Banjarmasin dan Tamianglayang. Ayahnya, Christian Ukur, adalah penilik sekolah dasar. Dalam masa pertumbuhannya, Fridolin banyak bergaul dengan kakeknya dan belajar bahwa percampuran etnis adalah hal yang alamiah: kakeknya dengan mudah mengawinkan anak-anaknya dengan menantu dari berbagai suku non-Dayak-suatu hal yang masih langka di masa itu.

Dari kakek dan ayahnya, ia menyerap tradisi intelektual sejak dini-termasuk kebiasaan membaca. Fridolin kemudian mengambil studi teologi di Jakarta. Ia melakukan sejumlah riset selama dua tahun di Swiss sebelum meraih gelar doktor di…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…