Menteri Pertahanan Mahfud Md.: "gus Dur Sebaiknya Mengaku Khilaf"

Edisi: 03/30 / Tanggal : 2001-03-25 / Halaman : 42 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


TERBANG dengan pesawat pertama dari Yogyakarta pada pertengahan pekan lalu, Menteri Pertahanan Mohammad Mahfud Mahmuddin langsung melaju ke kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Di sana ia segera bergumul dengan penyiapan materi jawaban Presiden Abdurrahman Wahid terhadap memorandum DPR beberapa waktu lalu. Mahfud memang salah satu anggota tim perumus jawaban yang akan diuji oleh para anggota dewan.

Sehari sebelumnya, Mahfud-lah yang justru sibuk menjadi tim penguji untuk meloloskan kandidat doktor hukum di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, tempatnya menjadi dosen tamu. Ia memang tidak meninggalkan kegiatan akademis setelah menjadi menteri.

Kampus yang tenang dan perdebatan akademis adalah dunia Mahfud sebelum memasuki wilayah kehidupan yang jauh berbeda dinamikanya. Agustus tahun silam, Presiden Abdurrahman melantiknya menjadi Menteri Pertahanan. Dan banyak kalangan terperangah menyaksikan bagaimana "metamorfosis" itu terjadi: dari seorang dosen yang kalem, ia menjadi seorang menteri yang "galak". Awal Februari lalu, misalnya, menyusul dijatuhkannya memorandum I DPR kepada Presiden, Mahfud mengeluarkan pernyataan tak kalah pedasnya.

"Golkar telah menerima dana Rp 90 miliar untuk kepentingan Pemilu 1999 dari dana nonbujeter Bulog," tuturnya. "Saya siap menjelaskannya lengkap dengan bukti hukumnya ke DPR jika diminta." Mahfud memang ada di barisan terdepan pembantu Presiden yang mahir bersilat argumentasi dari segi hukum, terutama, termasuk dalam mendada serangan terbuka dari Senayan. Ia juga dipandang vokal dalam membela kepentingan Presiden. Wakil Ketua DPR, A.M. Fatwa, pernah menjulukinya sebagai "corong Gus Dur".

Ia dinilai blak-blakan dalam menilai reposisi peran TNI-Polri. Mahfud mengecam ketetapan MPR tentang pemisahan institusi itu. Alasannya? Menurut dia, ketetapan itu justru menghambat proses reposisi dan reformasi TNI-Polri. "Di dunia mana pun, Panglima TNI berada di bawah Menteri Pertahanan. Hanya di Myanmar dan Indonesia yang tidak. Ketetapan itu harus ditinjau kembali karena menimbulkan banyak masalah di lapangan," ujarnya ketika itu.

Namun, dalam departemennya sendiri, Mahfud menerapkan kebijakan yang kompromistis. Menyusul restrukturisasi, dia mematok pola 4:7 (4 sipil, 7 militer) untuk pejabat eselon I di departemennya. "Supremasi sipil bukan berarti boleh main gusur begitu saja," ujarnya. Kabar segera beredar, langkah-langkah Mahfud cepat saja menjadikannya salah satu "menteri kesayangan" Presiden: ia kerap diajak saat Presiden "sarapan politik" bersama Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri. Ia ada bersama Presiden Abdurrahman Wahid tatkala Presiden menunaikan ibadah haji ke Mekah, awal Maret lalu.

Lahir di Sampang, Madura, pada 13 Mei 1957, ayah tiga anak ini menyelesaikan doktor hukum tata negaranya di Universitas Gadjah Mada, pada 1993. Tapi, UII adalah almamater pertama dan tempat ia mengajar sejak 1984. "Dunia akademi jauh lebih saya nikmati ketimbang politik," ujarnya kepada TEMPO. Toh, dering telepon di rumahnya di Yogyakarta, suatu hari pada Agustus 2000, telah menambah daftar pengalaman dalam portofolionya tatkala ia menyanggupi permintaan Jakarta untuk menjadi Menteri Pertahanan. Tampaknya, ia berusaha konsisten dengan pilihan itu. Alhasil, Mahfud kerap dijuluki sebagai salah satu "die hard" kabinet yang siap membentengi kepentingan Presiden dari gempuran delapan penjuru-termasuk kemungkinan kudeta militer.

Dalam sebuah wawancara khusus dengan TEMPO di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra, Jakarta Pusat, pekan silam, ia melayani pertanyaan wartawan TEMPO Adi Prasetya dan Karaniya Dharmasaputra dengan amat santai. Mahfud bahkan tidak menolak permintaan fotografer Bernard Chaniago untuk mengenakan sarung dan baju koko dalam sesi pemotretan. Berikut petikannya.

Presiden meminta Anda menjadi konseptor jawaban memorandum. Sejauh apa perkembangannya?


Keywords: Wawancara Mahfud MDMohammad Mahfud MahmuddinAbdurrahman Wahid
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…