MENGANTISIPASI GUTHRIE DAN KEJA TUHAN HARGA CPO

Edisi: 02/30 / Tanggal : 2001-03-18 / Halaman : 100 / Rubrik : EB / Penulis : Taufiqurohman, M. , Tanjung, Leanika , Sudjiartono, Bambang

PETA kepemilikan perkebunan kelapa sawit Indonesia berubah secara mendasar dalam dua tahun terakhir. Banyak perusahaan yang berganti pemilik. Ada yang dibeli oleh investor baru, ada yang dikuasai konsorsium kreditor. Semuanya gara-gara utang macet. Selain itu, muncul sejumlah investor baru dengan investasi baru.

Namun, prospek perkebunan sawit dan industri crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah tetap menjanjikan meskipun saat ini harga sawit jatuh ke posisi terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Kini harga sawit US$ 250 per ton, padahal sepuluh tahun lalu harganya bisa mencapai US$ 650 per ton. Dan harga sawit bisa didongkrak kalau Malaysia dan Indonesia-dua produsen sawit terbesar di dunia-tidak terus-menerus berseteru hingga berdampak pada harga yang naik-turun bagaikan jet coaster.

Perubahan peta kepemilikan itu memang tak terelakkan setelah krisis ekonomi menghantam Indonesia, tak lama setelah perusahaan perkebunan sawit ramai-ramai melakukan ekspansi usaha dan perluasan kebun. Astra Agro Lestari membangun 30 ribu hektare kebun sawit baru pada kurun waktu 1994-1996. Gara-gara dibelit krisis dengan apresiasi dolar melambung ke Rp 17 ribu per dolar AS, dan lonjakan suku bunga hingga 70 persen, banyak perusahaan sawit yang tak mampu membayar utangnya. Apalagi sebagian besar utang itu dibuat dalam dolar. Kondisi itu diperparah dengan pencabutan subsidi pupuk dan kemarau panjang yang disebabkan oleh terpaan El Nino.

Setelah bencana moneter dan bencana alam, muncullah nama-nama baru seperti Kumpulan Guthrie Berhad dan konsorsium kreditor. Lewat penawaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Guthrie membeli Salim Indoplantation dengan luas lahan 263 ribu hektare seharga US$ 350 juta. Perusahaan ini dijual sebagai bagian dari pembayaran kewajiban Grup Salim ke pemerintah senilai Rp 52,7 triliun.…

Keywords: -

Rp. 15.000