K.h. Abdullah Abbaas: "gus Dur Mendapat Selendang Emas"

Edisi: 50/29 / Tanggal : 2001-02-18 / Halaman : 39 / Rubrik : WAW / Penulis : Prasetya, Adi


USIANYA sudah melampui tiga perempat abad, tapi fisiknya masih terlihat bugar. Sebagai seorang kiai, sehari-hari ia masih rajin mengucurkan ilmu bagi 5.000 santri asuhannya. Selebihnya, waktunya dihabiskan untuk menerima tamu dari berbagai kalangan, termasuk para pengusaha, pejabat sipil dan militer, hingga larut malam. Keinginan mereka kadang aneh, misalnya minta dipertemukan dengan Presiden. Tentu, katanya, "Saya tolak halus-halus."

Dialah K.H. Abdullah Abbas, sesepuh Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat. Lelaki yang lahir pada 1922 itu (tanggalnya ia sendiri tak ingat) sangat disegani oleh kaum nahdliyin. Bersama K.H. Abdullah Faqih (Langitan, Tuban) dan K.H. Abdullah Salam (Pati), ia sebut-sebut sebagai "penyangga masyarakat Jawa". Tak ayal, ucapan mereka selalu menjadi rujukan umat NU. Bahkan, K.H. Abdurrahman Wahid, sang Presiden, pun menghormati para kiai khos (khusus) itu.

Sejak Gus Dur dicalonkan menjadi presiden menjelang Sidang Umum MPR 1999, nama Kiai Abbas sering disebut orang. Saat itu ia termasuk kiai yang masih meragukan ketulusan Amien Rais, penggerak Poros Tengah, mencalonkan pemimpin NU itu. Lalu, pada 27 September tahun itu digelarlah sebuah pertemuan di Pesantren Buntet, yang dihadiri Amien Rais, Fuad Bawazier, Gus Dur, Alwi Shihab, dan sejumlah kiai penting NU. Seperti diketahui, akhirnya para kiai NU merelakan Gus Dur dicalonkan sebagai presiden. Rupanya, Amien Rais bisa meyakinkan mereka bahwa Gus Dur merupakan satu-satunya figur yang bisa menyelamatkan bangsa saat itu.

Sikap hati-hati Kiai Abbas boleh jadi imbas dari pengalaman dan ilmu agamanya yang segudang. Sejak usia belia ia sudah mendalami agama Islam dengan berguru kepada Mbah Maksum di Pesantren Lasem. Lalu ia melanjutkan ke Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, dan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Pada zaman revolusi fisik di awal kemerdekaan, Abdullah Abbas pernah menjadi pasukan Hisbullah, dan aktif di TNI. Tapi, pada 1950, saat berpangkat letnan muda, ia keluar dari TNI dan memilih menjadi pendidik di madrasah aliah negeri di Cirebon, daerah kelahirannya, sampai 1980.

Pengalamannya di dunia pendidikan membuat ayah 11 anak itu enteng saja memimpin Pesantren Buntet yang memiliki 300 ustad. Mereka mengajar di tingkat ibtidaiah, sanawiah, aliah, hingga akademi perawat. Dan, di sela kesibukannya, Kiai Abbas masih sempat meneropong perkembangan politik lewat media massa. Kegemasan pun mencuat tatkala ia mendengar DPR meloloskan memorandum buat Presiden Abdurrahman Wahid. Lalu, ia menebarkan pesan: "Gus Dur tak boleh mundur."

Di mata dia, negara akan hancur jika Presiden Abdurrahman turun. Selain itu, sikap tersebut sama artinya mengkhianati kepercayaan umat dan janji Allah. Tapi, masalahnya, bagaimana para kiai dan umat NU membendung serangan terhadap Presiden yang demikian bertubi-tubi.

Dalam suasana santai di hadapan para santri dan hidangan teh hangat khas Cirebon, Pak Kiai, yang juga anggota mustasyar (penasihat) PBNU itu, menerima wartawan TEMPO Adi Prasetya dan fotografer Awaluddin, pekan lalu. Ia mengenakan baju koko warna biru, celana panjang putih, dan sepasang sendal jepit. Sesekali Kiai Abbas berbicara dengan nada tinggi. Emosinya larut terbawa pertanyaan yang diajukan, terutama menyangkut masa depan nasib Presiden Abdurrahman Wahid. Petikannya:

Bagaimana pendapat Anda soal memorandum DPR?

Pertama kali perlu saya sampaikan bahwa K.H. Abdurrahman Wahid menjadi presiden itu bukan dicalonkan orang NU, tapi oleh Amien Rais. Beliau (Amien) datang sendiri…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…