Baharuddin Lopa: "maklumat Itu Tidak Berarti Jika Menterinya Melanggar"
Edisi: 51/29 / Tanggal : 2001-02-25 / Halaman : 38 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,
POS jaga di depan rumah berlantai satu di Pondokbambu, Jakarta Timur, itu baru berdiri pekan lalu. Tegak di tepi jalanan berdebu dan lalu-lintas yang riuh, rumah itu jauh dari tanda-tanda kemewahan-bahkan pos jaga pun dibangun atas biaya negara. Di halaman dalam bangunan, barulah ada tanda-tanda bahwa itu rumah seorang menteri: sebuah Volvo 960-kendaraan resmi menteri kabinet-lengkap dengan sopirnya stand by. Toh, sempitnya halaman rumah membuat mobil harus diparkir sampai di selasar rumah karena moncong mobil nyaris menyentuh pintu gerbang. Dengan sedan dinas itulah pemilik rumah, Baharuddin Lopa, diantar ke kantornya sejak ia dilantik pekan lalu menjadi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM), menggantikan Yusril Ihza Mahendra.
Nama Lopa tentu tidak cuma mengingatkan orang pada kesederhanaan. Ia seorang guru besar ilmu hukum yang disegani. Ia juga birokrat yang andal-dalam usia 25 tahun, ia sudah menjabat Bupati Majene, Sulawesi Selatan. Lopa juga dianggap mampu mewakili Indonesia di forum internasional: ia menjadi Duta Besar RI untuk Arab Saudi dan masih akan merangkap jabatan itu hingga dua-tiga bulan ke depan. Namun, sikap keras pada dirinya serta "ideologi"-nya atas kefanaan harta mungkin hal yang paling unik-nyaris menjadi absurditas dibandingkan dengan gaya hidup para menteri Orde Baru, yang mewah dan berkilau. Dengan sekian jabatan negara yang prestisius, Lopa pun tak merasa gengsinya bakal jatuh kalau ia menambah penghasilan keluarga dengan usaha sampingan. Menempel di samping kiri rumahnya, ada bangunan tambahan tempat keluarga itu membuka wartel dan penyewaan video bagi masyarakat sekitar.
Lopa, orang Mandar, Sulawesi Selatan, yang lahir 27 Agustus 1935, tampaknya amat dipengaruhi oleh pendidikan dasar keluarganya. "Orang-orang tua di Mandar selalu berpesan, manusia boleh kehilangan apa saja, asal jangan siri: harga diri," ujarnya kepada TEMPO. Dan sang Menteri menerapkan tradisi Mandar ini dengan ketat dalam banyak hal. Pada 1993, ia mundur dari pencalonan gubernur Sulawesi Selatan cuma beberapa jam sebelum pemilihan. Alasannya? Lopa tak dapat menerima rekayasa pembagian suara. Pada 1986, saat ia berhenti sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Lopa keluar dari rumah dinasnya beberapa jam setelah acara serah-terima jabatan. Beberapa wartawan lokal masih mengingat dengan baik bagaimana keluarga dengan tujuh anak itu keluar dari rumah dinas Kejati Sul-Sel dengan membawa pakaian, yang sebahagiannya terbuntel seprai dan taplak meja.
Sikap kerasnya kepada diri sendiri sebagai seorang jaksa membuat banyak koruptor dan mafia peradilan tak nyaman berurusan dengannya. Pada 1986, ia menggegerkan Makassar dengan menyeret Tony Gozal ke penjara. Banyak orang tercengang menyaksikan langkah Lopa karena Tony adalah sahabat dekat sejumlah pejabat tinggi Jakarta dan Makassar. Di lain hari, ia berniat menganvaskan seorang hakim yang jelas-jelas menerima suap. Kali ini Lopa berhadapan dengan tembok yang tak bisa dipanjatnya sendirian: birokrasi. Jakarta keberatan dengan langkah Lopa. Ia diberhentikan sebagai Kejati. Toh, peristiwa 14 tahun silam itu tidak mengubah…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…