Menunggu Panen Zakat Era Baru

Edisi: 43/29 / Tanggal : 2001-01-07 / Halaman : 78 / Rubrik : AG / Penulis : N, Kelik M. , Kuswardono, Arif K. , Sepriyossa, Darmawan

BUS berpendingin udara jurusan Jakarta Kota-Bekasi yang sarat penumpang itu melaju kencang. Seorang pemuda berpeci, berbaju gamis, dengan secuil jenggot berdiri di antara dua deretan kursi penumpang. Setelah mengucap salam, ia mengimbau agar penumpang bersedia menyumbangkan uang untuk pembangunan sebuah masjid dan yayasan Islam di Bogor. Ia kemudian membagikan lipatan kertas berisi surat permohonan sumbangan dari yayasan itu, lengkap dengan tanda tangan pengurus dan alamatnya. Satu-dua penumpang kemudian tampak menyelipkan sebagian recehnya.

Pemandangan yang juga tidak cantik bisa dijumpai di Jalan Sabang dan Stasiun Gambir-keduanya di Jakarta Pusat. Sejumlah gadis kecil dan dewasa berbusana muslim sering tampak berseliweran menenteng-nenteng buku tulis berisi surat permohonan sumbangan dari lembaga Islam dan blanko kosong untuk pencatatan uang amal. Mereka menodongkan buku itu kepada siapa saja.

Pemandangan di atas adalah sesuatu yang lazim dijumpai di Jakarta dan juga di kota lain. Tak ada yang dosa. Tak ada yang melanggar hukum. Hanya, cara pengumpulan dana untuk kegiatan sosial keagamaan semacam itu bukanlah kiat yang cerdas dan pantas. Pemandangan itu seakan sebuah ironi di tengah komunitas muslim Indonesia, yang merupakan mayoritas dari total 200-an juta lebih penduduk Indonesia. Sebuah negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia. Mestinya, potret sosial semacam itu tidak perlu dijumpai bila komunitas muslim di negeri yang kaya sumber daya alam ini…

Keywords: -

---

Foto Terkait