Nurcholish Madjid: "ada Kekagetan Orang Barat Terhadap Islam"

Edisi: 06/31 / Tanggal : 2002-04-14 / Halaman : 43 / Rubrik : WAW / Penulis : Bektiati, Bina , Setiyardi


IA kerap disebut sebagai intelektual yang bisa bicara tentang Islam di Indonesia secara jernih. Cara bicara laki-laki berkacamata itu juga kalem. Kalau diajak bicara soal agama dan kebudayaan, ia mampu menjelaskan dengan alur begitu runut, teratur, dan mudah dimengerti. Itulah Nurcholish Madjid—biasa disapa Cak Nur—seorang doktor studi Islam, dosen IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang kini juga Rektor Universitas Paramadina Mulya.

Pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 63 tahun silam ini berkali-kali menjelaskan ihwal fenomena gerakan Islam di Indonesia yang kini sempat mengkhawatirkan Barat, termasuk Amerika Serikat. Kepada para koleganya, para duta besar negara Barat di Jakarta, ia selalu meyakinkan bahwa gairah berjihad ala Indonesia itu masih dalam kategori yang tidak membahayakan. Padahal, cerita latihan militer kelompok bersorban, lengkap dengan pedang, dan menjamurnya kelompok-kelompok yang dicap radikal seperti Laskar Jihad dan Front Pembela Islam (FPI) membuat wajah Islam di Indonesia berubah garang.

Sedangkan di Indonesia istilah "Cak Nurian" juga sudah menjadi fenomena. Lihat saja suasana di Kampus Paramadina, yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Para mahasiswa berpenampilan kasual dan funky—dengan kaus, celana jins, kemeja longgar, rambut dicat, laki-laki dengan anting di sebelah—tak ubahnya seperti mahasiswa kesenian atau sastra. Meskipun Universitas Paramadina—yang berarti mengagungkan agama kita (Islam)—adalah perguruan tinggi Islam, ia tidak identik dengan perempuan berjilbab dan laki-laki berkemeja lengan panjang dan celana rapi.

Di luar semua itu, Nurcholish adalah orang yang sederhana. Suami Omi Komariah ini sebenarnya lebih suka di rumah membaca buku, di depan komputer membaca CD ROM, atau melakukan aktivitas pertukangan kecil-kecilan. Ayah Nadia dan Ahmad Mikail ini juga suka ber-sepeda di waktu senggangnya. Berikut ini adalah petikan wawancara Bina Bektiati, Setiyardi, dan fotografer Awaluddin dari TEMPO dengan Nurcholish Madjid di Kampus Paramadina, tiga pekan silam.

Mengapa konflik Israel dan Palestina kian buruk?

Semua itu adalah pertikaian lama. Karena Islam, Kristen, dan Yahudi berasal dari tempat yang sama, konflik yang terjadi adalah konflik keluarga. Di mana-mana, konflik keluarga selalu lebih sengit dibanding konflik dengan orang lain. Kalau sudah konflik dengan keluarga, orang biasanya enggak pernah mau menegur.

Kenapa dampak serangan World Trade Center lalu membuat Amerika Serikat memusuhi terorisme sampai ke akar-akarnya?

Soal dampak pasca-11 September itu lebih disebabkan oleh psikologi orang Amerika sebagai satu-satunya negara superpower. Mereka merasa tak tersentuh. Faktor lain adalah posisi geografis AS yang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…