Subuh Berdarah Di Ramallah

Edisi: 06/31 / Tanggal : 2002-04-14 / Halaman : 130 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Widjajanto, Zuhaid, Supriyono


POTONGAN hubz dan jubna tak tampak lagi di meja makan. Roti dan keju terlalu mewah buat Presiden Otoritas Palestina, Yasser Arafat. Selain sedikit air minum, yang tersisa di atasnya cuma beberapa biji bathatis, kentang rebus.

Pasukan Israel tidak akan membunuhnya dengan pelor. Kelangkaan makanan di Muqata’a, markas Arafat, dan Ramallah pada umumnya adalah senjata mematikan pula. Tak kurang dari 2.500 tentara, 60 tank, dan seratus kendaraan lapis baja dari Israel mengisolasi Muqata’a, mencekik Arafat dan sedikit pendukungnya pelan-pelan, sejak akhir Maret lalu.

Israel mengawali blokadenya di Ramallah dengan mengirim anggota Batalion Egoz. Jumat dua pekan lalu seusai subuh, puluhan tank Merkava dari unit pasukan khusus itu menjebol pintu gerbang Muqata’a dan memuntahkan pelurunya ke beberapa dinding. Dalam waktu bersamaan helikopter Israel menghujani sasaran yang sama. Akibatnya, sejumlah dinding bagian arsip, kantor intelijen, markas pasukan keamanan Palestina, hingga ruang terima tamu berlubang besar.

Pejabat rumah sakit di Ramallah belum tahu persis berapa jumlah korban tewas akibat serbuan Israel. Lima hari setelah agresi, mereka baru mendapatkan kiriman tak kurang dari 29 mayat. Salah satu di antaranya adalah Weedad Safran. Nenek yang hidup sebatang kara ini menemui ajal ketika pulang dari rumah sakit. Dokter Ahmad Halim, Kepala Bagian Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Ramallah, yang turut menyaksikan penembakan tentara Israel terhadap Safran, mengaku tak habis pikir. ”Mereka tahu ia wanita tua yang mengenakan jilbab, tapi toh ditembak juga,” ujarnya.

Aksi penembakan Israel membuat jalanan di Ramallah kosong melompong. Jangankan keluar rumah, membuka jendela saja warga kota mesti melakukannya dengan hati-hati jika tidak ingin diduga sebagai penembak tersembunyi atau sniper, yang tengah menjadi incaran pasukan Israel.

Walhasil, ketika Israel melonggarkan jam malam pada hari kelima pengepungan, hanya sedikit dari mereka yang berani keluar. Khaldoun Khader, arsitek yang tinggal di belahan barat Ramallah, mesti berlari dengan cepat ke toko kelontong sejauh tiga ratus yard untuk membeli susu dan lilin. ”Ada lubang di dinding toko yang memudahkan saya menyelinap masuk,” ujarnya.

Blokade…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…