Pulauku, Rumahku

Edisi: 41/29 / Tanggal : 2000-12-17 / Halaman : 70 / Rubrik : SEL / Penulis : , ,

Monumen yang berdiri di tengah sawah itu kini sudah berlumut. Tapi, hati Nurhasim-seorang mantan tapol-masih saja terasa sakit setiap kali melihat patung itu. Pembantu Letnan Dua Panita dikenal sebagai prajurit yang bengis, suka menyiksa tahanan tanpa alasan yang jelas. Karena kelakuan Panita itulah muncul perlawanan para tapol di Unit V, 28 tahun silam. "Patung itu sering saya ludahi," cerita Nurhasim, yang kini menjadi penduduk tetap Pulau Buru.

Para tapol juga membayar mahal atas pemberontakan yang terjadi. Tak kurang dari 11 tapol tewas dihajar pengawal, 20 orang cacat, dan puluhan lainnya cedera. Tapi, tidak ada monumen untuk para tapol. Yang ada hanyalah kuburan-kuburan yang kebanyakan tanpa nisan dan nama. Hanya pepohonan kayu putih saja yang setia menaungi rumah terakhir mereka. Harum yang dikeluarkan pohon-pohon itu membuat kenangan atas Pulau Buru di masa lampau selalu terulang di benak mereka yang memilih untuk tetap tinggal di Buru setelah bebas pada 1979.

Menurut catatan, ada 109 bekas tapol yang memilih tetap tinggal di Buru. Mulai Oktober 1980, penduduk Buru bertambah dengan kedatangan transmigran dari Jawa, yang jumlahnya pada 1997 mencapai 6.570 kepala keluarga.

Berikut adalah beberapa mantan tapol yang memilih tetap tinggal di Buru, tapi sebagai orang merdeka.

NURHASIM, laki-laki asal Sumberejo, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, itu ditangkap di sebuah pasar pada Oktober 1965. "Di pos keamanan pasar, saya dihajar sampai setengah mati, dari petang sampai subuh," kisahnya. Pagi harinya, ia dijemput polisi, lalu dibawa ke Demak dan ditempatkan dalam sebuah sel yang sempit dan pengap. Nurhasim sulit menggambarkan pengalamannya yang…

Keywords: Pramudya Ananta Toer, Buku Pramudya Ananta Toer, Novel Pramudya, Novel Bumi Manusia, Novel Anak Semua, 100 tahun Pramoedya Ananta Toer, 

---

Foto Terkait