Lingkaran Setan Pemiskinan Petani

Edisi: 40/29 / Tanggal : 2000-12-10 / Halaman : 44 / Rubrik : KL / Penulis : Dillon, H.S. , ,

H.S. Dillon *)
*) Executive Director of the Centre for Agricultural Policy Studies (CAPS)

UNTUK kesekian kalinya, pemerintah menetapkan kenaikan harga dasar gabah (HDG) baru, yang kali ini baru akan efektif pada Januari 2001. Yang mengherankan, rencana kenaikan HDG ini justru disambut pesimistis oleh para petani padi. Masalahnya adalah soal klasik: setiap kenaikan HDG pasti diikuti oleh lonjakan harga kebutuhan pokok petani seperti pupuk dan sarana produksi lainnya. Di sinilah sesungguhnya salah satu akar penyebab terus merosotnya nilai tukar (terms of trade) manusia tani Indonesia selama ini. Belum lagi bila hal ini dikaitkan dengan perkembangan bencana alam banjir akhir-akhir ini, yang menyebabkan ribuan hektare sawah mengalami kerusakan, di berbagai daerah di Tanah Air.

Sudah jamak diketahui bahwa merosotnya pendapatan petani padi adalah karena kita menganut pola kebijakan pangan murah (cheap food policy) untuk mendukung industrialisasi tanpa akar yang kukuh. Desakan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membebaskan impor beras di Tanah Air yang semakin memperparah keadaan petani padi kita, sebenarnya, mempunyai dua tujuan ganda. Pada satu sisi, hal ini memungkinkan industrialis menekan upah riil. Sedangkan pada sisi lain, kebijakan ini akan membuka pasar bagi ekspor biji-bijian negara maju.

Masalah klasik lainnya adalah ketidakmampuan Bulog/Dolog dalam mengamankan HDG petani. Tugas utama Bulog/Dolog untuk mengelola persediaan dan distribusi serta mengendalikan harga tak bisa berjalan. Alasan mereka, IMF telah melucuti sebagian besar fungsi dan fasilitas Bulog/Dolog (di luar performa negatifnya), misalnya tidak ada lagi captive market TNI, Polri, dan pegawai negeri, serta dihapuskannya dana lunak (KLBI). Dengan hilangnya captive market ini,…

Keywords: -

---

Foto Terkait